Bahaya Berkomentar Negatif di Media Sosial



Minggu, 12 September 2021 - 21:45:15 WIB



Ilustrasi
Ilustrasi

Jakarta - Pegiat Gerakan Literasi Digital Nasional (GLDN) Siberkreasi, Dennis Adhiswara, mengharapkan pengguna tidak hanya mahir menggunakan fitur-fitur tapi juga bisa menerapkan empati saat berkomentar di dunia maya. Hal itu disampaikannya menanggapi masih banyaknya masyarakat Indonesia yang kerap membuat komentar buruk atau tidak membangun pada konten-konten yang dibuat di lini media sosial.

"Kita semua tahu internet sekarang bisa diakses dari anak yang paling kecil sekali pun sampai manula. Apalagi di zaman pandemi, orang tua yang sibuk menjadikan gadget sebagai babysitter untuk mengurus anak. Masalahnya, saat ini kita tidak pernah tahu orang-orang dengan gadget di seberang sana bagaimana kondisinya," kata Dennis.

Dennis mengatakan warganet yang suka berkomentar negatif seringkali tidak sadar konten ataupun komentar-komentar itu bisa saja dibaca oleh anak-anak di bawah umur.

"Mungkin dia bicara yang jelek- jelek karena pikirannya lagi kalut atau banyak pikiran. Cuma harus dipikirkan masak-masak ketika membuat komentar agar tidak memancing hal-hal buruk. Mungkin hari-hari ini masyarakat harus belajar memiliki empati, pikirkan orang yang ada di seberang gawai saat mau berkomentar," tambah Dennis.

Ia turut berharap masyarakat bisa menyamakan kondisi saat berkomunikasi di media sosial secara digital maupun secara langsung agar komentar-komentar buruk atau konten yang tidak membangun tak perlu muncul dan akhirnya memberi dampak buruk bagi masyarakat luas. Aktor sekaligus kreator konten itu pun menyayangkan perilaku masyarakat yang tidak memikirkan matang- matang sebelum mengetik sesuatu dan menjadikannya komentar atau konten negatif.

Tidak sedikit orang yang berkomentar negatif menggunakan kata-kata kasar sampai hinaan, yang terkadang tidak berhubungan dengan konten yang dibuat oleh kreator konten.

"Padahal, kalau membuat konten yang baik atau komentar yang positif tentu tujuannya lebih baik, ketika kamu jadi solusi bagi banyak komunitas, kamu akan membuka pintu-pintu rezeki yang selama ini tertutup. Karena dengan ngata-ngatain orang lain, kamu merendahkan orang lain, kamu malah menutup pintu rezeki. Kamu menutup pintu rezekimu sendiri apalagi kalau marah-marah lewat komentar, memangnya kamu yakin bisa tidur tenang setelah berkomentar buruk," kata Dennis.

Pernyataan Dennis dikuatkan oleh psikolog Saskhya Aulia Prima dari Tiga Generasi, yang menyebut dengan berempati di media sosial maupun membuat konten-konten edukatif, kondisi seseorang akan lebih sehat secara mental maupun fisik. Saskhya mengatakan membuat kebaikan, apalagi di media sosial, membuat efek yang baik tidak hanya dari sisi rezeki namun juga untuk kesehatan, baik fisik maupun mental.

"Karena hidupnya jadi lebih adem, karena dengan melihat sesuatu yang positif, jiwa pun jadi sehat. Bayangkan kalau semua kebaikan redup. Tentu kesehatan dari segi mana pun menurun padahal itu dibutuhkan manusia," urai Saskhya.

Ia pun menyebutkan jika orang terlalu sering terpapar konten negatif atau komentar buruk, maka bisa terjadi pemburukan dari sisi kesehatan maupun mental. Orang bisa berkelakuan sangat buruk dan bahkan terus menerus sedih ketika terpapar hal negatif, bahkan tak sedikit yang akhirnya mengalami gangguan kesehatan secara fisik karena terlalu banyak mendapatkan respons negatif.

Untuk itu, Saskhya menyarankan saat orang mendapatkan komentar buruk atau akan berkomentar buruk lebih baik kembali berpikir dan mengontrol diri agar tidak memberi dampak yang negatif pada kehidupan pribadi. Menurut Saskhya, kuncinya ada pada hal yang bisa dikendalikan. Sementara bila berfokus pada komentar, otomatis itu tidak akan bisa dikontrol.

"Itu dibuang saja. Kendalikan dan fokus pada hal-hal yang bisa kita kontrol, misalnya kalau tidak suka satu konten karena insecure dilewati saja, tidak perlu memberikan komentar negatif. Atau menerima komentar buruk, tidak perlu diladeni. Do whatever works for you sehingga mood lebih enak dan tentu hidup lebih baik," kata Saskhya.(sumber.tempo.co)



Artikel Rekomendasi