Tangis Pecah di Wisuda UBR Jambi : Paduan Suara Menangis, Kenang Ayah-Ibu dari Puisi Penutup Acara



Sabtu, 15 November 2025 - 13:41:59 WIB



Foto : Mahasiswi UBR Jambi Ketika Bertugas Menjadi Paduan Suara di Wisuda Menangis dan Mengusap Air Matanya.
Foto : Mahasiswi UBR Jambi Ketika Bertugas Menjadi Paduan Suara di Wisuda Menangis dan Mengusap Air Matanya.

JAMBERITA.COM – Suasana Abadi Convention Centre, lokasi perhelatan akbar Wisuda ke-III Universitas Baiturrahim (UBR) Jambi pada Sabtu (15/11/2025), mendadak diselimuti keheningan yang menyesakkan. 

Momen dramatis itu terekam jelas di detik-detik penutupan wisuda, ketika sekelompok mahasiswi yang bertugas sebagai pemandu suara (choir) tak kuasa menahan luapan emosi.

Awalnya, mereka tampil perkasa, mengiringi prosesi dengan suara lantang dan penuh semangat. Namun, segalanya berubah drastis ketika mereka melantunkan lagu penghormatan untuk Ayah, disusul pembacaan Puisi tentang Ibu.

Puisi yang di berikan adalah ungkapan rasa terima kasih, pengakuan, dan dedikasi yang mendalam dari seorang anak yang baru saja diwisuda kepada kedua orang tuanya.

Dimana dalam puisi yang dituntun oleh Mahasiswi semester I Prodi Fisioterapi UBR Jambi Fatimah Zahra terselip arti dan makna yang mendalam.

Inti puisi ini adalah pengakuan bahwa gelar sarjana (wisuda) bukanlah pencapaian pribadi semata, melainkan buah dari pengorbanan, cinta tak bersyarat, dan perjuangan tanpa lelah dari Ayah dan Ibu. Puisi ini berfungsi sebagai surat cinta yang tulus dari panggung wisuda kepada orang tua.

Bait puisi tersebut bukan sekadar alunan, melainkan sebuah cerminan jujur tentang peran sentral dan pengorbanan tak terhitung orang tua. Ia bercerita tentang kerja keras Ayah, serta perjuangan tanpa lelah Ibu dalam memastikan seorang anak dapat menapaki tangga pendidikan tertinggi hingga akhirnya mengenakan toga sarjana.

"Seluruh ruangan hening, seolah setiap hadirin ikut terseret dalam narasi pengorbanan. Di tengah keheningan yang mencekam, isak tangis pertama terdengar, halus namun menusuk."

Di atas panggung, drama emosional tak terhindarkan. Pemandu suara yang mulanya tegar, kini terlihat menunduk. Isak tangis tak tertahankan mulai pecah dari beberapa mahasiswi, diikuti yang lainnya.

Dengan suara yang tercekat dan dada yang naik-turun menahan emosi, mereka tetap berusaha menyelesaikan tugas mulia mereka. Tangan-tangan mereka berulang kali terangkat ke wajah, mengusap derasnya air mata yang tumpah—air mata haru, terima kasih, sekaligus rindu kepada sosok yang telah berjuang keras di balik kesuksesan tersebut.

Momen ini menjadi puncak emosi dalam acara wisuda, menegaskan bahwa gelar yang diraih hari itu bukanlah pencapaian tunggal, melainkan monumen hidup dari pengorbanan orang tua. Momen tangisan kolektif para pemandu suara UBR ini menjadi pengingat yang menyentuh, bahwa di balik setiap toga yang dikenakan, selalu ada air mata dan doa tanpa henti dari seorang Ayah dan Ibu.(afm)





Artikel Rekomendasi