APBD Jambi Anjlok : Meneroka Kebijakan Dana Transfer 2026



Senin, 06 Oktober 2025 - 18:46:05 WIB



JAMBERITA.COM Alih-alih melonjak tinggi, proyeksi APBD Jambi 2026 justru merosot tajam. Berdasarkan Rancangan KUA-PPAS APBD Tahun 2026, rencana target Pendapatan Daerah Provinsi Jambi APBD 2026 berjumlah Rp.3,639 Triliun. Jumlah tersebut berkurang sebesar Rp.936,079 Miliar jika dibandingkan dengan APBD murni Tahun Anggaran 2025 yang ditetapkan sejumlah 4,575 triliun atau turun sebesar 20,46%. Penurunan target pendapatan daerah tersebut disebabkan oleh penurunan target pada semua komponen pendapatan yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) turun sebesar Rp.245,457 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.2,074 Triliun menjadi Rp.1,829 Triliun pada APBD TA 2026.

Kemudian pendapatan transfer juga turun sebesar 680,173 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.2,485 Triliun menjadi Rp.1,804 Triliun pada APBD TA 2026 sesuai surat resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan belum lama ini. Begitu pula dengan lain-lain pendapatan daerah yang sah turun sebesar Rp.10,448 Milyar dari APBD Murni TA 2025 sebesar Rp.16,343 Milyar menjadi Rp.5,895 Milyar pada APBD TA 2026.

Kondisi fiskal rendah tersebut tidak saja dialami oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan pemerintah Kabupaten/Kota di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, melainkan juga mengancam daerah-daerah lain di tanah air. Tak pelak, pemerintah daerah musti berpikir keras untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini bergantung dari Pajak Daerah. Sedangkan kontribusi dari komponen PAD lainnya seperti retribusi daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan belum signifikan.

Sebenarnya terbuka peluang untuk mendongkrak PAD Provinsi Jambi melalui Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dengan catatan keberadaan BUMD maupun pelbagai macam kerjasama pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan pihak ketiga (perusahaan/pemilik modal) dilaksanakan dengan prinsip “Good Corporate Governance”. Sialnya, hal itu masih jauh panggang dari api. Faktanya, keberadaan BUMD Pemerintah Provinsi Jambi baik perusahaan induk maupun anak perusahaannya masih berkutat dengan persoalan internal seperti rekrutmen SDM sarat politik (transaksional) dan pengelolaan keuangan yang tidak transfaran serta ketiadaan pengawasan secara internal sehingga terlilit utang. Pada akhirnya, ketimbang menjadi lokomotif bagi ekonomi daerah—memberikan kontribusi PAD--, BUMD justru menjadi batu sandungan yang ikut menggerogoti keuangan daerah. Itulah, untuk menyebut salah satu contoh, yang menjadi pangkal masalah dalam beberapa tahun terakhir ini sehingga mengakibatkan penerimaan dari pengelolaan PI 10% Migas di wilayah kerja Provinsi Jambi berlarut-larut dan gagal menjadi penyumbang PAD, kendati sudah dimasukkan ke dalam target PAD dua tahun terakhir.

Bersamaan dengan menurunnya dana Transfer ke Daerah (TKD) TA 2026, kondisi tersebut di atas adalah alarm bagi Gubernur Jambi Al Haris, karena ruang fiskal yang sempit mengakibatkan pelaksanaan program prioritas daerah terancam kandas di tengah jalan, terutama percepatan pembangunan infrastruktur pelayanan publik seperti gedung, jalan, jembatan, irigasi, sanitasi dan pemenuhan mandatory spending lainnya di bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan sumber daya manusia ASN di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi dan pemenuhan standar pelayanan minal (SPM) yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kendati meniti jalan terjal pada tahun 2026, saya berharap tidak lantas hal itu membuat optimisme Gubernur Al Haris beserta aparatur birokrasi di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi menjadi luntur. Inilah saatnya Gubernur Jambi, yang juga adalah Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus mengepalai Aosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), untuk bekerja cerdas dan tangkas menemukan jalan keluar untuk meningkatkan PAD Provinsi Jambi sekaligus memastikan dukungan anggaran pemerintah pusat mengalir deras ke Provinsi Jambi melalui pelbagai skema anggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak terkecuali memastikan perhitungan, pengelolaan dan pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam dilaksanakan oleh pemerintah pusat (terutama dalam hal ini Kementerian Keuangan) secara transfaran dan berkeadilan, terutama bagi daerah penghasil.

Sebagai Ketua APPSI sekaligus ADPMET, Al Haris sejatinya berada beberapa langkah lebih maju untuk mengkomunikasikan pelbagai pemasalahan daerah dengan pengambil kebijakan di level pusat baik dengan Kementerian/Lembaga maupun lembaga legislatif. Namun, itu tidak serta merta menjadi “tiket gratis” untuk dapat mengakses sumber anggaran secara maksimum dari pemerintah pusat, karena seluruh perhatian pemerintah daerah di Indonesia saat ini akan tertuju pada Kementerian/Lembaga melalui program prioritas nasional yang telah ditetapkan dan didukung penuh melalui APBN. Pun sudah menjadi rahasia umum, di luar aspek teknokratis, keberhasilan mengais APBN yang melekat pada Kementerian/Lembaga juga memerlukan kepiawaian dari seorang kepala daerah beserta jajarannya.

Sejurus hal itu, ini juga menjadi ajang pembuktian bagi seluruh Anggota DPR RI Perwakilan Provinsi Jambi untuk menjadi bagian integral dari upaya bersama menjawab problematika kemampuan keuangan daerah yang terbatas di tengah kebutuhan daerah yang mendesak untuk mengentasi pelbagai persoalan pembangunan dan ekonomi masyarakat di Provinsi Jambi. Bukan tanpa sebab saya menyebut demikian, karena mencermati arah kebijakan dana transfer pemerintah pusat TA 2026 yang ditetapkan melalui APBN TA 2026, sejatinya konsentrasi pemerintah daerah saat ini bukan lagi mengeluh atas menurunnya jumlah dana transfer ke daerah, tetapi bagaimana Al Haris dan TAPD Provinsi Jambi beserta perangkat daerah strategis lainnya, segera memastikan seluruh kebutuhan dan permasalahan riil Provinsi Jambi yang telah dirumuskan ke dalam RPJMD, lalu RKPD TA 2026, selaras dengan kebijakan dana transfer ke daerah TA 26 yang fokus pada delapan program prioritas yaitu ketahanan pangan, makan bergizi gratis, pertahanan semesta, program kesehatan, ketahanan energi, program pendidikan, pembangunan desa, koperasi, UMKM, dan akselerasi investasi & perdagangan global.

Mencermati materi penjelasan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, melalui desiminasi Pedoman Penyusunan APBD TA 2026 belum lama ini, yaitu penurunan jumlah dana transfer ke daerah TA 2026 dilakukan selain mengafirmasi dukungan APBN untuk keberlangsungan pelaksanaan Nawacita Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, juga sebuah upaya sadar menutup celah kran penyalahgunaan dana tranfer pemerintah pusat ke daerah selama ini sehingga output serta outcomenya belum sejalan dengan desain perencanaan. Ringkasnya, boleh dikata ada semacam distrust pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Karena itu, skema dana transfer ke daerah TA 2026 dialih menjadi belanja langsung Kementerian/Lembaga seraya telah mempertimbangkan kebutuhan belanja pokok daerah dan mengalokasikan Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan, Dana Bagi Hasil (DBH), serta Dana Desa.

Alasan bahwa kebijakan Transfer ke Daerah TA 2026 menjadi kesatuan dengan Program Prioritas Pemerintah, sesuai dengan visi misi Presiden serta amanat dari Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17/2003 yang mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan negara, sejatinya tidak sesederhana mengatakan demikian itu kepada masyarakat di seantero tanah air, terutama bagi daerah penyumbang DBH. Faktanya, sulit menyangkal bahwa kondisi APBN memang sedang tidak sehat, sehingga dana transfer ke daerah direformulasi—bersamaan dengan instruksi efisiensi pelaksanaan APBN/APBD untuk menjamin keberlangsungan program prioritas nasional berbiaya jumbo seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda, Renovasi dan Revitalisasi Sekolah, Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Bendungan dan Irigasi, Lumbung Pangan, Preservasi Jalan dan Jembatan, Subsidi Tiga Juta Rumah bagi warga berpenghasilan rendah dan beberapa prioritas lainnya sesuai desain belanja pemerintah pusat yang telah ditetapkan.

Pada akhirnya, di tengah proyeksi APBD Jambi TA 2026 lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, kecermatan sekaligus kepiawaian Gubernur Al Haris bersama kabinet kerjanya untuk menyinergikan kebijakan dana transfer melalui Kementerian/Lembaga dengan kebutuhan dan permasalahaan riil di Provinsi Jambi menjadi keniscayaan. Jangan sampai langkah yang diambil Gubernur Jambi sebelum-sebelum ini kerap memboyong para kepala daerah se Provinsi Jambi untuk berkonsultasi dan berkoordinasi (lebih tepatnya curhat permasalahan dan kebutuhan daerah) dengan Kementerian/Lembaga berakhir dengan dukungan anggaran minimalis, kalau bukan zonk.

Kota Jambi, 6 Oktober 2025. Tulisan-tulisan penulis tentang pelbagai topik dapat diakses melalui kanal: www.jumardiputra.com

Oleh : Jumardi Putra 

 

 





Artikel Rekomendasi