JAMBERITA.COM — Gelar Melayu Serumpun (GEMES) tahun ini memasuki penyelenggaraan ke-8, digelar pada 21–24 Mei 2025 dan dipusatkan di pelataran Istana Maimun, Medan. Perhelatan budaya yang melibatkan sejumlah negara sahabat ini menjadi panggung penting bagi pelestarian budaya Melayu, sekaligus ajakan agar warisan budaya ini tidak terlupakan oleh generasi muda.
Tonton Video:
Video Wawancara Sultan Deli XIV terkait Gelar Melayu Serumpun Melayu 2025
Beberapa negara yang turut berpartisipasi dalam festival ini antara lain India, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam, selain perwakilan dari berbagai daerah di Indonesia. Ajang tahunan ini menjadi sarana diplomasi budaya, serta bentuk konkret menjaga nilai-nilai Melayu di tengah derasnya pengaruh budaya global.

Sultan Deli: Milenial Jadi Kunci Pelestarian Budaya
Dalam wawancara khusus menjelang pembukaan GEMES pada Rabu 21 Mei 2025 di Istana Maimun, Sultan Deli XIV Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam menegaskan pentingnya peran generasi muda, terutama milenial, dalam pelestarian budaya Melayu. “Mereka punya kekuatan besar di media sosial. Satu unggahan TikTok saja bisa membuat budaya Melayu viral. Apalagi jika melibatkan influencer atau tokoh publik,” ujar Sultan.
Sultan melihat media sosial sebagai kanal yang strategis untuk memperkenalkan budaya secara luas, termasuk kepada dunia internasional. Karena itu, GEMES tidak hanya berisi pertunjukan tari dan musik, tetapi juga dikemas agar menarik secara visual dan dapat dibagikan secara digital.
Tahun ini, GEMES menghadirkan sejumlah kejutan, termasuk kolaborasi budaya dengan kontingen dari India. Menurut Sultan, hal ini mencerminkan semangat keterbukaan dan kerjasama budaya lintas negara yang terus dijaga oleh Kesultanan Deli.

Membangkitkan Kejayaan Tembakau Deli
Tak hanya fokus pada kesenian, Sultan Deli juga menyinggung potensi ekonomi dari warisan budaya. Dimana, salah satu stand dalam GEMES ini juga menghadirkan Tembakau Dili.—tembakau khas Deli—yang dahulu menjadi primadona perdagangan internasional.
”Ya jadi produksi Cigar dari Istana Maimun itu digagas oleh keluarga saya, sepupu saya waktu itu beliau datang ke saya kemarin mengatakan bahwasanya kita ada membuat Cigar deli untuk menaikan tembakodili. Jadi sekilas sejarah saya bisa jelaskan zaman dulu Sultanan Dili bisa berjaya itu karena adanya tembakau. Inilah yang membuat kita naik melejit di dalam bisnis,” jelasnya.
Cerutu asal Dili mendapat sorotan positif dari sejumlah pihak yang menilai kualitasnya mampu bersaing di kancah internasional. Bahkan, disebut-sebut cerutu dari Dili bisa menjadi yang terbaik kedua setelah cerutu Kuba yang sudah lebih dahulu dikenal luas di dunia.
“Bahkan katanya kalau cerutu Kuba itu nomor satu, kita mungkin bisa nomor dua. Cerutu Dili ini punya khasnya sendiri, katanya ada rasa minyak atau apa. Dan saya kira saya sangat mendukung hal tersebut,” jelasnya. Menurutnya, dukungan terhadap cerutu Dili juga penting untuk mengangkat kembali nama Dili di mata internasional, mengingat potensi alam dan sejarah panjang produksi tembakau di daerah tersebut.
“Supaya nama Dili itu bisa naik lagi, karena memang kan kita menghasilkan tembakau. Bahkan di Kota Medan ini, kekayaan alamnya luar biasa. Dulu kita punya sejarah kuat dalam hal itu,” lanjutnya.
Di bazar UMKM Gemes 2025, Temabakau Deli turut dipamerkan. Lembaran daun tembakau berwarna emas tersusun di atas meja. Ada cerutu yang sudah jadi. Terlihat anak muda dengan gesit menggulung lembaran tembakau hingga kemudian menjadi sebuah cerutu. Itulah Okta Deri salah seorang pegiat Ceruta deli yang juga Pengurus Yayasan Heritage Tembakau Deli. Ia masih sepupu Sultan Deli.
“Jadi ini dia namanya filler, ini daun filler ini adalah daun bagian dalam. Nah ini biasanya difermentasi 2 tahun. Cigar ini dia beda sama rokok ya, dia bedanya dalam segi proses. Nah gimana kalau cigar ini, dia diperam macam wine, jadi semakin lama dia diperam makanya semakin mahal. Nah ini namanya binder, binder ini lapisan pengikat, dia biasanya 2 lembar. Setelah digulung, kita jadinya kepompong cerutu. Kita potong, bisa aja pake gunting disini,” katanya sambil mempraktekkan cara pembuatan Cigat Deli atau dikenal Cerutu Deli.
Saat diwawancara soal ketertarikannya dengan Cerutu Deliu, Deri mengatakan jika sejak kecil sering diceritakan soal kejayaan temabakaua deli. Dimana, Tembakau menjadi salah satu sumber pendapatan istana. Saat beranjak dewasa, Ia juga banyak bergaul dengan budayawan dan sejarawan. Ia pun banyak mendapatkan informasi soal Tembakau Dili ini.
Apalagi dari sisi bisnis ini juga peluang. Selain juga bisa sekaligus melesterikan kejayaan Tembakau Dili. ”Nah itu kenapa saya bisa jadi punya bisnis tembakau karena karena memang di satu sisi saya menangkap peluang,” tambahnya pria berkumis ini.
Ia bercerita saat menjadi guide, banyak turis yang menanyakan soal hilangnya Tembakau Duli. Minimal ada produk oleh-olehnya. Kenapa tidak ada cigar delinya. Makanya, ia pun mencoba membuat industris hilirnya. Karena selama ini, tembakau langsung diekspor. Tidak ada produk hilirnya dalam bentuk cigar.
“ Nah itu saya inisiatif, oh saya buat, sepertinya saya harus buat,” katanya.
Ia mengakui bahan baku berupa Tembakau Dili sangat mahal dan harus dibeli dalam jumlah besar. Karena ini juga bisnis maka dia membuat berbagai pilihan. Ada yang campuran Tembakau Dili dengan tembaau di Sumatera. Ada juga full Tembakau Deli. Karena terkait dengan harga.
Lalu bagaimana ia bisa membuatnya? Deri mengatakan awalnya Ia belajar otodidak dari Youtube. Selanjutnya Ia berjumpa senior yang bergerak disini. “Sampai akhirnya saya untuk mendapatkan, apa ya istilahnya. Cara buat cerutu yang benar. Akhirnya saya belajar ke Jawa Timur, ke Jember. Karena kan Jember kan kota cerutu,” katanya.
Ia pun juga senang karena PTPN juga akan memproduksi Ceruta Deli. ”Mereka akan launching sebentar lagi. Tembakau dili. Single original, full. Selama ini mereka ekspor bahan bakunya dalam bentuk ini aja ya. Sekarang sudah ada produk Cigarnya,” jelasnya.
Menurutnya makin banyak pelaku usaha yang membuat cigar deli semakin bagus. Artinya sauah untuk melestarikan cerutu Deli ini berhasil.

Revitalisasi Istana Maimum
Istana Maimun dibangun pada tahun 1888, merupakan warisan budaya dan sejarah yang sangat penting bagi masyarakat Medan dan Sumatra Utara. Sehingga diharapkan warisan ini bisa terus bisa dilihat hingga masa yang akan datang. Menanggapi hal ini, Sultan Deli ini menegaskan bahwa meskipun pihak kesultanan melalui yayasan berusaha menjaga keberlanjutan istana, kerjasama antara pihak kesultanan dan pemerintah daerah akan memperkuat upaya pelestarian tersebut.
Sultan mengakui bahwa selama ini pengelolaan Istana Maimun tidak lepas dari berbagai dinamika. Meski tidak merinci secara khusus, ia menyebut bahwa memang terdapat sejumlah kontroversi yang menjadi tantangan tersendiri.
“Pengelolaan Istana Maimun ini memang mandiri, dan memang banyak hal yang menjadi perhatian. Kami di dalam kesultanan sebenarnya mengelola ini melalui yayasan. Kita biasa berdiskusi dengan yayasan—apa yang harus kita lakukan, bagaimana pengelolaan keuangannya,” ujar Sultan Deli.
Ia menambahkan, pembahasan soal pengelolaan tidak hanya soal administratif, tapi juga menyangkut visi jangka panjang agar Istana Maimun tetap terjaga sebagai warisan budaya yang hidup..
”Memang Istana Maimun mandiri ya pengelolaannya memang banyak yang kontroversial tidak usah sebutkan apa kontroversialnya. Tapi memang ada kita biasa di dalam kesultanan sebenarnya mengelola ini kan yayasan kita biasa berdiskusi dengan yayasan apa yang harus kita buat bagaimana cara pengelolaan keuangannya itu memang menjadi PR kami bagaimana Istana Memuri tetap lestari ke depannya itu,” katanya.
Terkait perawatan furniture dan bangunan, Meskipun tidak menerima hibah dari pemerintah, Istana Maimun tetap dikelola secara mandiri melalui yayasan keluarga. "Kami rutin berdiskusi soal pengelolaan. Kalau kayu lapuk, diganti. Cat yang pudar kami perbarui,” katnaya.
Maimun seperti biasa kalau cat jahuda di cat terus kalau misalnya ada kayunya lapuk diganti gitu-gitulah ini dulu, ini adalah ruangan yang sakral, sebelum jadi ruangan ini, ini contoh yang kecil ini disini seperti gudang dulu berdebu, saya masuk aja bersih-bersih aja, entah ada jimat lah berselinggur atau gimana disini, gak tau saya yang bersihin, saya salah satu ngeliat juga, saya ambil-ambil dokumen-dokumen yang penting kan disini terus saya bersihkan, saya bersihkan jadilah seperti ini jadi dari kesadaran diri kita pembiayaan, pemeliharaannya sendiri iya kita ada gak dari pemerintah daerah? ada juga kalau cat
Sultan juga berharap agar semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, dapat terus mendukung proses revitalisasi ini demi pelestarian identitas budaya Melayu Deli di masa mendatang.
Sultan Deli pun berharap bahwa kedepannya, sinergi antara pemerintah daerah, Kesultanan Deli, dan yayasan pengelola dapat menghasilkan solusi yang terbaik agar Istana Maimun tetap terjaga dan lestari untuk generasi mendatang.

Tari, Adab, dan Identitas Melayu
Kesultanan Deli juga aktif dalam pelestarian seni tari Melayu melalui sanggar tari yang telah berdiri selama lebih dari 50 tahun. Latihan rutin dan penampilan dalam acara seremonial menjadi bagian penting dari strategi pelestarian. “Kami bersyukur, adik-adik milenial masih antusias belajar tari. Ini nilai yang harus terus dijaga,” katanya.
Lebih dari sekadar hiburan, Sultan menekankan bahwa tarian Melayu sarat makna. "Filosofinya mencerminkan sopan santun, adab, dan nilai-nilai keislaman. Itulah yang membedakan tari Melayu dari sekadar gerakan tubuh," tambahnya.
Wisata Budaya dan Rencana Segitiga Emas
GEMES juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Sultan mencatat bahwa kunjungan ke Istana Maimun cenderung meningkat pada musim liburan dan hari besar keagamaan. Ia juga mengungkap rencana besar untuk menjadikan kawasan sekitar sebagai pusat wisata religi dan budaya, membentuk “segitiga emas” yang menghubungkan Istana Maimun, Masjid Raya Al-Mashun, dan kawasan kolam D.I. “Bayangkan pengunjung bisa shalat, belajar sejarah, dan belanja UMKM dalam satu kawasan. Itu impian kami,” ujarnya.
Menanam Nilai Melayu dalam Arsitektur dan Ruang Publik
Sultan Deli juga mendorong penguatan identitas budaya melalui simbol-simbol Melayu di ruang publik. Ia telah berkomunikasi dengan PT KAI agar lagu Melayu diputar di stasiun dan porter mengenakan tanjak sebagai bagian dari budaya lokal. Ia juga berharap pemerintah kota mengintegrasikan unsur arsitektur dan pakaian adat Melayu dalam acara-acara resmi dan pembangunan fasilitas publik.
Menutup wawancara, Sultan Deli mengajak seluruh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk tidak hanya hadir di GEMES, tetapi juga lebih dalam mengenal budaya dan sejarah Melayu. “Datanglah ke Istana Maimun. Hayati budayanya, pelajari sejarahnya. Karena inilah jati diri kita semua,” tutupnya.

Gemes: Soft Diplomacy Kenalkan Melayu ke Dunia
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waasdi, membuka acara secara resmi di Istana Maimun Rabu malam 25 Mei 2025. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya kebudayaan sebagai identitas dan kekuatan suatu bangsa.
"Kita memiliki akar yang sama, yakni Melayu. Bukan hanya sebagai identitas etnis, tetapi juga jiwa dalam pantun, nafas dalam gurindam, gerak dalam zapin, suara dalam syair, dan cahaya dalam adat. Saya mungkin tidak lahir sebagai Melayu, tapi saya berjiwa Melayu," ungkapnya.
Ia menambahkan, Istana Maimun merupakan simbol kejayaan Kesultanan Deli dan warisan sejarah yang harus dijaga serta dipromosikan. Menurutnya, kebudayaan dapat menjadi sarana promosi kota yang efektif.
"Kita tidak ingin menjadikan Melayu hanya sebagai objek, tetapi harus menjadi subjek. Harus tampil kuat, berdaya, dan menjadi bagian penting dalam promosi identitas kota ini. Jika ingin diperhatikan oleh dunia, maka doronglah kebudayaannya. Ini adalah bentuk soft diplomacy," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata RI diwakili Direktur Poltekpar Medan, Dr Ngatemin mengatakan bahwa apresiasi disampaikan kepada Pemko Medan karena Gemes kembali masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) 2025. Tentu diharapkan kegiatan ini dapat memicu tingkat kunjungan wisatawan ke Kota Medan.
"Kami berharap event Gemes ini dapat menjadi atraksi daya tarik wisata yang berdampak pada kunjungan pariwisata dan pengembangan ekonomi kreatif sekaligus memberikan pengalaman yang unik bagi wisatawan ", ujarnya.
Sebelumnya Sultan Deli XIV, Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam Shah, memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan GEMES 2025. Ia menilai even ini sangat penting dalam upaya pelestarian budaya Melayu, terutama bagi generasi muda.
"Saya mengajak kita semua untuk merawat nilai-nilai adat memperkuat kerukunan dan mewariskan budaya kepada generasi muda. semoga acara ini menjadi momentum untuk memperteguh jati diri bangsa Melayu yang menjunjung tinggi adap, ilmu dan kemuliaan", jelas Sultan Deli XIV.
Selanjutnya Gemes ke-8 yang bertujuan untuk melestarikan seni budaya Melayu ini dimeriahkan dengan penampilan penyanyi Melayu Ibukota, Alfin Habib (Dangdut Acadamy) dan Violis Henri Lamiri. Selain itu seluruh Delegasi yang hadir juga tampil membawakan tarian Melayu.
Pembukaan Gemes ke-8 ini juga diiisi dengan pemberian Piagam penghargaan Karisma Event Nasional 2025 kepada Wali Kota Medan dari Perwakilan Kementerian Pariwisata RI. Sebagai ungkapan terima kasih Rico Waas memberikan Cendramata kepada Perwakilan Kementerian Pariwisata RI.
Sebagai informasi sebanyak 29 delegasi dari Indonesia maupun luar negeri ikut memeriahkan perhelatan Gemes ke-8. Adapun 20 dari 29 delegasi peserta tersebut, terdiri dari Sabang, Langsa, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Langkat, Binjai, Serdangbedagai, Deliserdang. Kemudian Asahan, Labuhanbatu Utara, Sibolga, Batam, Dumai ( dua delegasi), Jakarta, dan Pontianak. Sedangkan delegasi dari luar negeri, berasal dari Kuala Lumpur, Ipoh Serawak,Johor, Selangor, Melaka, Singapura, Thailand, dan India.
Sementara itu, dalam Gelar Serumpun Melayu ini juga digelar bazar UMKM yang menghadirkan berbagai kuliner khas Melayu. Di antaranya adalah kue-kue tradisional Melayu, bubur pedas Melayu, roti jala, martabak, hingga roti cane.
Selain kuliner, bazar ini juga menampilkan kekayaan warisan budaya Melayu melalui berbagai pusaka dan kerajinan. Beberapa di antaranya adalah kain songket, termasuk songket tua yang langka, keris berusia ratusan tahun, serta tembako Deli—jenis cerutu yang pernah populer di masa kejayaan Kesultanan Deli.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang hiburan dan pertunjukan seni, tetapi juga sarana memperkuat identitas dan memperkenalkan kekayaan budaya Melayu kepada dunia.(adm)
Kemenpora Siapkan Skema Pengiriman Atlet ke Ajang Internasional
Prabowo: Di tengah perayaan Natal, Hati Kita Tertuju Kepada Sumatera
Kuliner Melayu Ramaikan GEMES 2025, Ada Bubur Pedas hingga Aneka Bika
Wali Kota Medan Buka Gelar Melayu Serumpun 2025: Jika Ingin Dilihat Dunia, Majukan Kebudayaan
Ketum Pusat Ajak KORMI Jambi Terlibat di Gerakan Indonesia Aktif - Jadi Contoh Se Indonesia





Hesti Haris Kepada Kaum Ibu di Jambi : Terus Berkiprah, Berdaya dan Beri Manfaat


