KPK Tangkap Direktur PT WA Dengan Upaya Jemput Paksa Dalam Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA



Kamis, 25 September 2025 - 20:02:55 WIB



Foto : Tangkap Layar Live Streaming KPK (Tersangka Kasus Dugaan Suap Pengurusan Perkara di Lingkup Mahkama Agung).
Foto : Tangkap Layar Live Streaming KPK (Tersangka Kasus Dugaan Suap Pengurusan Perkara di Lingkup Mahkama Agung).

JAMBERITA.COM - KPK menahan Direktur Utama PT Wahana Adyawarna sekaligus tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA), Menas Erwin Djohansyah (MED). Dimana penahanan terhadap tersangka dilakukan dengan upaya penjemputan paksa.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapan bahwa pada kesempatan sore hari ini pihaknya akan menyampaikan pointers terkait dengan penanganan tersangka dan tindak pidana korupsi terkait suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Sebagai latar belakang ingin kami sampaikan, karena ini prosesnya agak lain, ya maksudnya itu ada proses jemput paksa khusus untuk yang ini, jadi alasannya adalah tentu penegakan hukum itu sangat perlu. Karena Indonesia sebagai negara hukum dan tentunya penegakan hukum menjadi salah satu yang penting dan dalam rangka itulah kami melakukan upaya-upaya termasuk melakukan jemput paksa kepada tersangka," katanya dalam konfrensi pers (Live Streamin) via akun FB KPK, Kamis (25/9/2025).

Guntur menjelaskan upaya penjemputan paksa dikarenakan yang bersangkutan tidak hadir dalamdua kali pemanggilan dan kemudian dilakukan pencarian beberapa waktu, namun juga tidak ada."Tapi, alhamdulillah (24/9) kemarin ya sore, kita dapat informasi bahwa yang bersangkutan ada di suatu tempat dan tim segera ke tempat tersebut dan alhamdulillahnya ada, kemudian dibawa ke sini (KPK)," ungkapnya.

Guntur menegaskan, tentunya ini juga dalam rangka upaya penegakan hukum untuk memastikan bahwa hukum di Indonesia dapat memberikan rasa keadilan begitu warga negara yang memiliki kedudukan yang sama, jangan sampai salah satu atau beberapa pihak kemudian tidak dilakukan upaya paksa karena memang yang bersangkutan pergi atau tidak ada di tempat.

"Kita tetap berusaha untuk mendapatkannya, kemudian perkara ini terkait dengan upaya atau tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka dalam pengkondisian atau pengaturan suatu proses hukum, sebagaimana dalam perkara dugaan tindakan korupsi terkait suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, ini awalnya ya," terangnya.

Selanjutnya, kata Guntur, upaya penjemputan paksa tersebut sudah beberapa minggu yang lalu dilakukan pencarian dan lain-lain, akan tetapi baru kemarin dapat dilaksanakan.

"Dalam perkara korupsi terkait suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, sebelumnya KPK telah menetapkan dua orang tersangka, ini lanjutannya yaitu saudara HH, selaku sekretaris Mahkamah Agung periode 2020-2023, kemudian MED, selaku Direktur PT WA atau pihak swastanya, jadi yang mengurus perkara-perkara di Mahkamah Agung, salah satunya itu, termasuk juga rekan-rekan juga mungkin monitor yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, juga ada pengurusan perkara di sana," tuturnya.

Guntur menyatakan, bahwa sebelumnya KPK telah melakukan pemanggilan terhadap MED sebanyak dua kali namun tidak hadir tanpa keterangan termasuk alamat yang tidak ditemukan sehingga dilakukan pencarian.

"Yang jelas kita atau penyidik bisa memakluminya, misalkan sakit atau hal lain ya yang jelas itu seperti itu, tapi kemudian KPK melakukan upaya paksa penangkapan pada hari Rabu tanggal 24 September 2025 sekitar pukul 18.44 WIB di sebuah rumah di kawasan Tangerang Selatan," bebernya.

Setelah ditemukan, penyindik kemudian melakukan pemeriksaan secara intensif dan melakukan penahanan terhadap saudara MED untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 20 September sampai dengan 14 Oktober 2025 di Cabang rumah tanah negara kelas 1 Jakarta Timur.

"Adapun konstruksi perkaranya, bahwa sekitar awal tahun 2021 FR mempertemukan dan memperkenalkan MED kepada HH pada saat itu MED, menyampaikan ada perkara dari temannya dan meminta bantuan kepada HH, jadi temannya MED, ini sedang berperkara pada tingkat di Mahkamah Agung, jadi dia minta kepada saudara FR untuk dipertemukan dengan HH, HH ini pada saat itu sebagai Sekretaris MA, jadi melalui pertemuan itulah saudara MED meminta bantuan supaya temannya ini dibantu ini sesuai keinginannya, supaya dimenangkan," tuturnya.

Setelah beberapa kali pertemuan di tempat umum, HH kemudian menyampaikan apabila ingin membicarakan perkara sebaiknya di tempat tertutup, jangan di tempat umum dan lebih bagus lagi mencari tempat untuk menjadi posko.

"Nah ini permintaan dari saudara HH kepada saudara MED, jadi kalau mau ngobrolin perkara, ya jangan di tempat umum lah, kalau tempat umum kan mungkin banyak orang dan lain-lain lalu lalang, jadi dia menyarankan kepada MED carilah tempat yang tertutup gitu," ujarnya.

Kemudian hal itu, ditindaklanjuti FR mencarikan tempat dan pembayarannya dilakukan oleh MED. Selanjutnya, pada rentang waktu Maret 2021 sampai dengan Oktober 2021, terdapat komunikasi tentang beberapa proses pertemuan FR dengan HH di beberapa tempat, di mana dalam pertemuan tersebut FR bersama MED meminta bantuan HH untuk membantu menyelesaikan perkara temannya.

"Jadi perkara temannya itu bukan hanya satu, yang dikomunikasikan dengan HH di tempat yang kemudian tempat tertutup ini, selama rentang waktu tersebut MED meminta bantuan HH untuk mengurus perkara hukum. Antara lain perkara sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur, perkara sengketa lahan di Depok, perkara senjata lahan di Sumedang, perkara senjata lahan di Menteng dan perkara sengketa lahan tambang di Samarinda," bebernya.

HH pun menyanggupi untuk membantu penyelesaian perkara sesuai dengan permintaan MED yang terdapat biaya pengurusan perkara yang besarnya berbeda-beda, tergantung perkaranya. 

"Jadi untuk memberikan bantuan itu tidak gratis, HH meminta sejumlah uang atau bayaran kepada saudara MED, biaya pengurusan perkara tersebut diberikan secara bertahap yaitu berupa uang muka, yang dibayarkan di awal pengurusan dan pelunasan apabila perkara tersebut berhasil dibantu oleh HH, jadi kasih uang muka dulu," jelasnya.

Ternyata perkara yang diurus oleh HH ada yang kalah sehingga MED akan dilaporkan oleh pihak-pihak yang terkait sehingga meminta bantuan FR agar membantu menyampaikan kepada HH untuk mengembalikan uang pengurusan perkara yang sudah diberikan.

"Jadi kalau nggak berhasil nih, dia minta uangnya, uangnya padahal sudah diserahkan kepada HH, si MED ini dilaporkan juga oleh temannya yang berperkara itu. Loh kok sudah nitip, sudah ngasih uang, masih kalah gitu ya, sehingga dilaporkan, makanya dia nagih juga kepada MED," tegasnya.

Atas perbuatan MED, disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 undang-undang Nomor 31 tahun '99 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 Jo, tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Seperti diketahui, dalam kasus ini HH telah divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta setelah terbukti menerima suap pengurusan gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada tingkat kasasi di MA.

HH terbukti menerima suap sebesar Rp3 miliar untuk mengurus gugatan perkara kepailitan KSP pada tingkat kasasi dengan tujuan memenangkan debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka.

Dalam persidangan, jaksa mengungkapkan terdakwa HH diduga menerima fasilitas wisata jalan jalan ke Bali bersama seorang artis hingga hotel yang bernilai ratusan juta rupiah. Kemudian 5 April 2021, HH disebut menerima fasilitas penyewaan satu unit apartemen di Frasers Recidance, Jakarta, dengan nilai Rp210.100.000,00 dari MED selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna. 

Uang itu diberikan MED agar HH mau mengurus perkara yang melibatkan perusahaannya di MA. Tidak sampai disitu, MED kembali memberikan fasilitas kepada HH, yaitu, penginapan dua unit kamar tipe junior suite dan executive suite di The Hermitage Hotel Menteng, Jakarta, dengan total Rp240.544.400,00.

Dan MED kembali memberikan fasilitas penginapan dua kamar tipe executive suite di Novotel, Cikini, Jakarta, dengan nilai Rp162.700.000 kepada Hasbi Hasan pada tanggal 21 November 2021. Uang itu diterima HH dari H melalui DRY, adapun H menyerahkan uang pengurusan gugatan perkara perusahaannya kepada D secara total sebesar Rp11,2 miliar.(afm)





Artikel Rekomendasi