Musri Nauli
Tidak dapat dipungkiri ketika mendengarkan seloko maka kemudian terdapatnya kata-kata magis. Seperti Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo”. Seloko yang terdapat di Marga Bating Pengambang. Salah satu Marga tuo di uluan Sarolangun.
Sebagai kata-kata magis maka kata-kata yang terdapat didalam Seloko seperti “Sakti”, Betuah” bedewo” menggambarkan “daya magis” yang tentu saja tidak mudah ditafsirkan dengan makna harfiah. Dibutuhkan “kejernihan”, kejelian” maupun daya serap yang dalam untuk memahaminya.
Sebagai seloko, maka makna Seloko sama sekali tidak dapat ditemukan didalam makna harfiah. Kata-kata yang terdapat didalam seloko harus dibutuhkan “daya tangkap” yang Jernih. Saya lebih suka kemudian menggunakan istilah Makna Simbolik Seloko.
Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” tidak dapat dipadankan dengan Seloko yang Sudah dikenal masyarakat Melayu Jambi seperti “Alam sekato Rajo. Negeri Sekato Batin” atau “alam berajo. Negeri Bebatin”. Atau lebih lengkap sering disampaikan Alam sekato Rajo. Negeri sekato Batin. Atau “Alam Berajo, Rantau Berjenang, Negeri Bebatin, Luhak Berpenghulu, Kampung betuo, Rumah betengganai”. Ada juga menyebutkan ““Alam sekato Rajo. Negeri sekato Batin. Atau “Alam Berajo, Rantau Berjenang, Negeri Bebatin, Luhak Berpenghulu, Kampung betuo, Rumah betengganai”. Atau “Alam sekato Rajo, Negeri sekato Bathin. Atau Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak. Atau “Luak Sekato Penghulu, Kampung Sekato Tuo, Alam sekato Rajo, Rantau Sekato Jenang, Negeri sekato nenek moyang.
Seloko ini menggambarkan struktur ditengah masyarakat Melayu Jambi.
Namun Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” tidak menggambarkan adanya struktur didalam wilayah didalam marga Batin Pengambang. Sama sekali tidak ada hubungan dengan struktur masyarakat Melayu Jambi
Kata-kata Seloko ““Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” mengandung nilai-nilai magis. Didalam literatur disebutkan Rino dkk didalam tulisannya, Analisis Rasionalisasi Nilai-Nilai Mitos Tradisi Bepapas Pada Masyarakat Melayu Sambas di Desa Tempapan Hulu Kabupaten Sambas menuliskan tentang mitos tradisi yang dilihat dari prosesi, fungsi dan makna rasionalisasi.
Dari penelitiannya kemudian menghasilkan didalam tradisi (baik dilihat dari proses, fungsi dan makna) kemudian memiliki rasionalisasi mitos yang dapat diterima dengan akal dan dianggap logis oleh masyarakat umum.
Selain itu juga makna mitos dilekatkan didalam makna seloko yang didalam literatur disebutkan sebagai “mistis-religi” berangkat dari cara pandang literatur yang belum mampu menjawabnya.
Selain makna Seloko yang harus ditangkap dengan pikiran jernih, makna seloko juga menggambarkan seberapa kuat pemahaman terhadap makna seloko. Sehingga berbagai literatur yang belum mampu menjawabnya kemudian menempatkan sebagai mistis-religi.
Padahal setiap makna simbolik Seloko juga terkandung ajaran/pengetahuan yang harus disingkap. Menurut Gunsu Nurmansyah Dkk untuk memahami cara pandang Barat dan Timur harus dilekatkan kepribadian. Kepribadian barat ditandai dengan Pandangan hidup mementingkan kehidupan materiil, Pikiran logis Hubungan berdasarkan asas guna (praktis) dan Kehidupan individualisme.
Bandingkan dengan Kepribadian Timur yang menggambarkan Pandangan hidup mementingkan kehidupan kerohanian, Mistik, Prelogis, Keramahtamahan dan Kehidupan kolektivisme.
Disisi lain, makna simbol Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” juga dapat menggunakan pendekatan metode hermeneutika. Menurut literatur Adanya tiga unsur didalam memahami teks menggunakan pendekatan Hermeneutika seperti tanda, perantara (penafsir) dan penyampaian pesan oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai kepada yang menerima.
Sehingga Hermeneutika bertugas untuk tidak sekedar memahami Seloko sebagai penafsiran (pendekatan Bahasa dan penafsiran harfiah semata) yang hanya dapat dipahami dan berangkat dari pemikiran magis-religius tapi kemudian dapat mengubah menjadi rasional dan empiris yang dapat digunakan untuk memahaminya. Sehingga Simbol seloko kemudian menjadi mudah dipahami sebagai pegangan, pedoman dan norma sekaligus juga mengetahui dari makna simbol dari setiap seloko yang ditampilkan.
Sehingga Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” kemudian dapat ditempatkan sebagai kata-kata magis.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata dasar magis adalah Magik. Yang kemudian diterjemahkan bersifat magi. Atau berkaitan dengan hal atau perbuatan magi.
Menurut Literatur kata Magis (pelafalan "màh-gis") adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti "lebih banyak" atau "lebih besar". Konsep ini terkait dengan ad majorem Dei gloriam, yaitu frase dalam bahasa Latin yang berarti "demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan”
Didalam praktek sehari-hari, kata-kata magis kemudian berkaitan dengan unsur sihir atau lebih dekat kata magic. Sehingga kata-kata magis kemudian diterjemahkan sebagai kekuatan supranatural yang kemudian masyarakat menghormatinya.
Lalu apa makna simbolik Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” ?
Ternyata Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” mirip dengan Seloko “Rimbo sunyi. Tempat siamang beruang putih. Tempat ungko berebut tangis”.
Seloko “Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” atau Seloko “Rimbo sunyi. Tempat siamang beruang putih. Tempat ungko berebut tangis”, adalah nama-nama tempat yang sama sekali tidak boleh diganggu. Di beberapa tempat sering juga disebutkan sebagai “rimbo puyang”, “rimbo keramat”, “Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo, Rimbo Larangan, “Rimbo batuah”, “Rimbo sunyi, Rimbo Berpenghulu, Rimbo Ganuh”, “talang rimbo jauh”, “Rimbo Siaga, rimbo piatu, Rimbo Lampau-lampau”.
Sehingga Makna simbol dari seloko seperti “Teluk sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo” adalah nama-nama tempat yang kemudian dikenal sebagai daerah yang dilindungi oleh masyarakat marga batin Pengambang.
Didalam Aturan negara kemudian dikenal sebagai daerah areal Konservasi atau area lindung. Yang terbukti sebagai tempat dengan kemiringan hingga 45 derajat dan mempunyai fungsi sebagai cadangan tempat menyimpan air. Sehingga sebagai daerah “Kepala Sauk” yang memang berfungsi sebagai kehidupan masyarakat.
Kekuatan magis masyarakat Marga batin Pengambang kemudian termuat didalam dokumen RTRW Provinsi Jambi yang kemudian ditetapkan sebagai Kawasan Hutan lindung. Yang memang berfungsi sebagai hutan lindung dan sama sekali tidak dibenarkan untuk Alih fungsi.
Dengan demikian maka makna simbolik Seloko ““Teluk Sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo”bukanlah semata-mata seloko yang berangkat dari mantra (magis-irrasional). Atau hanya dipandang dari segi “mistisisme”.
Tapi terkandung ajaran leluhur, nilai-nilai tentang alam sekitarnya yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Pengetahuan empirik masyarakat yang menempatkan makna Simbolik Seloko yang mengandung kata-kata magis kemudian terbukti secara saintis yang kemudian terbukti kebenarannya yang dapat diuji melalui pengetahuan sekarang.
Namun yang membuat kagum adalah bagaimana pengetahuan masyarakat yang menempatkan makna simbolik Seloko sebagai kata-kata magis namun justru mengandung kebenaran pengetahuan empiris yang justru dari sana kita harus belajar untuk menemukan kebenaran ilmiahnya.
*Advokat Tinggal di Jambi
Antisipasi Laka, PUPR Provinsi Kembali Pangkas Rumput Liar di Bahu Jalan Kerinci
Anggota DPRD Provinsi Jambi Minta Kepsek Bermasalah di Kerinci, Diproses
Isteri Gubernur Jambi Kini "Jualan" Sarapan Murah Rp3rb/porsi, Cek Hari dan Tempatnya Disini
Mahasiswa PG-PAUD Gelar Sosialisasi Parenting di Desa Pulau Betung Batanghari
Anggota DPRD Provinsi Jambi Minta Kepsek Bermasalah di Kerinci, Diproses