ALL THE UGM’S MAN



Senin, 09 Oktober 2023 - 08:57:12 WIB



Oleh: Antony Z Abidin*

 

 

Pertarungan pemilu presiden (Pilpres) 14 Februari 2024, dapat dikatakan pertarungan dari dan untuk Universitas Gajahmada (UGM).

Dari presiden Ir Joko Widodo, untuk dilanjutkan capres Anis Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Bahkan Anis Baswedan berpasangan dg Muhaimin Iskandar, alumni FISIP UGM.

Airlangga Hartarto yg sejak th 2019 disiapkan oleh Partai Golkar utk calon presiden juga adalah insinyur jebolan UGM.

Maka, lengkaplah konfigurasi pertarungan perebutan kursi presiden Indonesia antar sesama alumni UGM.

Gejala apakah ini? Siapa yg bakal menang? Apa untung-ruginya utk NKRI?

Jika Universitas Indonesia (UI) memonopoli posisi strategis selain militer dalam kabinet Orde Baru selama 3 dekade, sesuatu yang wajar jika peran itu pada saatnya dipergilirkan pada kelompok yang lain.

Namun pergiliran itu, atau dalam perspektif sosiologi politik disebut proses politik, menjadi tampak luar biasa ketika seorang pedagang mebel alumni UGM mengorbit. Menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan selanjutnya menjadi presiden RI selama 2 periode.

Pada Oktober ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi), memasuki tahun kesepeluhnya. Tahun terakhirnya sebagai presiden setelah menang dalam pilpres 2014 dan 2019. Dalam dua “pertempuran” politik ini, Jokowi berhadapan dengan lawan tangguh. Yaitu Letjen purnawirawan Prabowo Subianto.

Dari 3 calon, hanya Prabowo outgroup-nya UGM. Selebihnya bertaburan bintang-bintang Kampus Bulaksumur.

Anis Baswedan diusung partai Nasdem, PKB dan PKS. Berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, Ketum PKB, alumni FISIP UGM.

Hanya Ganjar Pranowo, yang diusung PDIP dan PPP serta partai non-parlemen Hanura dan Perindo yang belum punya pasangan. 

Salah satu calon kuatnya adalah Mahmud MD.

Menko Polkam ini lulus Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) tahun 1983. Selain kuliah di UII, pada saat bersamaan kuliah FH UGM dan tamat 1993. Jadi, Mahfud MD itu asli alumnus UGM, seluruh strata (S1, S2, S3) diperolehnya di UGM.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, merupakan bintang lainnya yang diusung Partai Golkar melalui Munas, Rapim dan Rakor untuk menjadi capres. Elektabilitasnya tidak semuncer para sobatnya yang menduduki jabatan gubernur karena ekspose madia yang tinggi. Ia bekerja dalam sunyi, tanpa banyak heboh di media digital maupun analog, namun prestasinya sebagai Menko Perokomian dan Ketua Koordinator Penanganan Covid19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional diakui secara nasional dan internasinal.

Hasil kerja pembantu presdien sejak 2017 ini terlihat nyata pada akhir Desember 2020: inflasi terkendali 5,42%, pertumbuhan ekonomi 5,72% dan penanganan Covid19 dengan kasus harian di bawah 5.000.

Siapa yang bakal menang dari bintang-bintang UGM itu? Berdasarkan fakta 4 x pemilihan yang lalu, 2 bentuk profil pemenang. Pertama, adalah capres/cawapres yang sistem kepribadiannya (individual character) dekat atau identik dengan rakyat Indonesia pada umumnya. Yaitu golongan masyarakat yang hidupnya pas-pasan atau bahkan miskin. Ini berlaku untuk pilpres pertamanya. Profil pemenang kedua: inkamben.

Ambil contoh pemilu 2004: SBY-JK vs Mega-Hasyim Muzadi. Megawati yang ketika pemilu masih menjabat presiden (inkamben), anak Bung Karno, Ketum PDIP dengan cawapres Ketua Umum PBNU dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono? 

Bukankah SBY adalah Menko Polkam yang diberhentikan Mega 4 bulan sebelum pilpres?

Jawabannya terletak pada tipologi Mega, anak sang presiden yang masa kecil hingga remaja berada di lingkungan istana kepresidenan. Saya menyebutnya Tipologi A, elitis dan (dalam proses sosialisasinya) relatif jauh dari rakyat pada umumnya. Rakyat biasa, bahkan rakyat jelata yang hidupnya pas2an atau miskin.

Demikian juga Prabowo Subianto vs Joko Widodo, pada pemilu 2014 dan 2019. Prabowo sejak kecil hingga remaja, proses sosialiasinya berada di luar negeri. Keterpisahan dalam proses sosialisasi itu, membuat mereka “terpencil” dari rakyat yang berdampak dikemudian hari.

Profil capres dengan Tipologi A, berhadapan dengan SBY dan Jokowi dengan basis Tipologi C, yang merupakan bagian dari rakyat pada umumnya itu. Ayahnya terakhir berpangkat pembantu letnan dua, berkarir di militer dari pangkat bawah. Proses sosialisasinya berada dalam lingkungan sosial dan budaya rakyat pada umumnya.

Hampir sama dan sebangun dengan alumni Fakultas Kehutanan UGM Jokowido yang dipilih rakyat untuk memimpin Indonesia 2 periode. Dalam 2 pertarungan itu, ia mengungguli Prabowo Subianto yang kini maju lagi ke gelanggang pemilihan presiden untuk kegita kalinya.

Dalam gelanggang pilres kali ini, Prabowo akan berhadapan dengan 2 pendekar, pemimpin dan intelektual muda: Anis Baswedan dan Ganjar Pranowo. Dengan Tipologi C, sama dengan Jokowi — lawan berat Prabowo dulu.

Lantas, apakah perarungan 5 bulan lagi itu akan seimbang? Tentu akan banyak tergantung dari kalkulasi sosiologi politik Prabowo dalam bulan Oktober ini. 

Pilihannya tidak banyak.

Sesungguhnya dia diuntungkan dengan keberadaan Menko Perekonomian, Ir Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar di koalisi pendukung Prabowo yang notabene alumni UGM juga.

Kita lihat saja dalam beberapa hari ke depan, apakah gelanggang “All The UGM’s Man” akan menjadi kompetisi yang seimbang, sehat dan demokratis dengan tujuan untuk lebih mempersatukan dan memajukan nusantara? Sesuai dengan Sumpah Palapa Mahapatih

Gajahmada? Sesuai pula dengan motto UGM: Locally Rooted, Globally Respected? Mengakar Kuat, Menjulang Tinggi!

 

Tangerang Selatan, 8 Oktober 2023.

*penulis adalah: wartawan senior, Sosiolog, participant observer, pengurus DPP Golkar 1990-2004.



Artikel Rekomendasi