Edutainment dan Kejenuhan Belajar



Minggu, 01 Oktober 2023 - 17:09:41 WIB



Oleh: Amri Ikhsan

 

Merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN yang menyatakan Hari Kerja Instansi Pemerintah yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Jam Kerja lnstansi Pemerintah dan Jam Kerja Pegawai ASN sebanyak 37 jam 30 menit dalam 1 minggu tidak termasuk jam istirahat dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dimulai pukul 07.30 zona waktu setempat.

Dari hitungan jam kerja ini, maka jam kerja ASN adalah 8 jam per hari, mulai dari jam 7.30-16.00 dengan istirahat 30 menit. Bagi sebagian sekolah/madrasah, jam belajar siswa juga mengikuti jam kerja guru sebagai ASN, apalagi di madrasah mata pelajaran yang diajarkan lebih banyak dari sekolah umum.

Tentu durasi waktu mengajar dan belajar yang relatif lama sangat rentang dengan kejenuhan. Bagi guru, yang melaksanakan pembelajaran akan terkena kejenuhan lebih awal bila yang dilakukan ‘itu itu saja’. Dan kejenuhan itu akan cepat menghampiri bila guru menggunakan strategi dan metode yang ‘itu itu saja’ sepanjang hari, atau menggunakan 3 siklus pembelajaran (ceramah, mencatat dan memberi latihan). 

Siswa yang sudah berniat datang ke kelas untuk belajar, kemudian disuguhkan ‘menu’ pembelajaran yang ‘itu itu saja’ akan segera terkontaninasi dengan perasaan guru, kalau guru sudah merasa jenuh, maka secara langsung ‘virus’ ini menyebar ke pikiran dan perasaan siswa. Jika kedua pihak ini sudah merasakan perasaan yang sama, maka lengkap sudah ‘penderitaan’, dan tentu hasil belajarnya bisa diprediksi tidak akan tercapai.

Proses pembelajaran tidak bisa lepas dari masalah-masalah yang ada dilingkungan sekolah/madrasah dan sering dialami oleh guru dan siswa, salah satunya adalah kejenuhan dalam belajar. Menurut Pines & Aronson (Slivar, 2001), kejenuhan adalah kondisi emosional seseorang yang merasa lelah dan jenuh secara mental maupun fisik sebagai akibat dari tuntutan suatu pekerjaan yang terus meningkat. Kejenuhan pembelajaran juga terjadi karena kegiatan yang selalu sama yang dikerjakan setiap harinya. 

Jenuh itu berarti jemu dan bosan di mana pikirannya tidak dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran, apalagi harus mengerjakan pengalaman baru. Ciri ciri siswa yang merasa jenuh itu diantaranya hasil belajarnya masih rendah, lambat dan lamban dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran, bersikap tidak wajar, seperti acuh tak acuh, suka melawan, tidak semangat, berpura-pura, dusta dsb, menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dsb (Vitasari).

Siswa yang mengalami kejenuhan menunjukkan perilaku seperti bolos sekolah, cemas mengalami ulangan, mencontek, tidak perduli terhadap materi, tidak menguasai materi, tidak betah di sekolah, takut menghadapi guru, tidak dapat berkonsentrasi di kelas, ingin pindah kelas, cemas terhadap materi yang sulit, jenuh terhadap penambahan pelajaran, takut dengan pelajaran tertentu, panik menghadapi tugas, tidak percaya diri, dan akan memberikan dampak akademik antara lain memotivasi belajar rendah, tidak berhasil menguasai materi (Nurmalasari, 2011). 

Guru memang harus memperhatikan faktor penyebab kejenuhan ini. Pertama, kesibukan monoton, melakukan hal yang sama secara berulang-ulang tanpa variasi juga dapat membuat jenuh, mengerjakan sesuatu berulang, dengan proses yang sama, suasana yang sama, hasil yang sama, dalam kurun waktu yang lama. Kedua, terlalu lama belajar tanpa atau kurang istirahat, atau belajar dengan aktivitas yang sama, maka dengan sendirinya kelelahan dan kejenuhan akan cepat datang sehingga siswa tidak dapat mengikuti pembelajaran secara maksimal. 

Ketiga, belajar secara rutin tanpa variasi, siswa sering tidak menyadari bahwa cara belajar mereka sejak SD sampai SMA/MA tidak berubah-ubah. Keempat, lingkungan belajar yang buruk, ruang kelas yang panas, kursi yang ‘keras’, meja belajar yang berlubang lubang, dsb. Kelima, kegagalan beruntun, siswa yang selalu gagal dalam belajar, selalu disalahkan guru padahal sudah belajar dan siswa ini sama sekali tidak pernah ‘dipuji’ oleh gurunya. Keenam, perlakuan buruk, siswa selalu dimarahi, selalu ditegur, dipermalukan (Hakim, 2002)

Oleh karena itu, sudah saat guru mendisain pembelajaran menjadi hiburan segar bagi siswa, yang istilah ‘keren’ disebut edutainment, proses pembelajaran yang didesain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis sehingga aktifitas pembelajaran berlangsung menyenangkan (Hamruni). 

Edutainment ini ideal didisain bagaimana membuat peserta didik merasa tidak sedang belajar, tetapi sedang melakukan kegiatan yang menyenangkan dan tetap mendapatkan suatu pembelajaran. Dalam pembelajaran, interaksi dan komunikasi guru memberi kemudahan kepada siswa dan menggembirakan siswa dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Harus diakui, semakin gembira, semakin senang siswa selama berada di raung kelas, maka ada kecenderungan siswa lebih antusias dalam mengikuti setiap aktivitas pembelajaran. 

Edutainment akan membuat siswa merasakan: 1) waktu yang lama terasa sebentar; 2) latihan dan tugas yang berat terasa ringan; 3) materi pembelajaran yang sulit terasa mudah; 4) semua teman sekelas saling berbagi, saling membantu; 5) semua siswa merasa dalam satu keluarga yang kepala keluarganya adalah guru, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; 6) tidak ada yang merasa lapar dan haus, tidak ada yang merasa sedih, semuanya saling membantu.

Adalah tugas guru menyatukan persepsi siswa tentang pembelajaran yang edutainment, siswa seolah olah bermain main, tapi sebenarnya mereka belajar serius, pertama, guru mestinya bukan mengajar tapi membelajarkan. Ini dirancang memberi kesempatan kepada siswa untuk merdeka mengeluarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa rasa takut, tanpa ada beban dari guru. Guru harus menyakini bahwa siswa memiliki gaya dan cara belajar yang berbeda beda (terdifferensiasi)

Kedua, ciptakan suasana pembelajaran yang kondusif: guru dan siswa harus gembira, dan apapun yang dikerjakan harus dinikmati, harus dibuat nyaman dan dinyaman-nyamankan. Ketiga, mengembangkan emosi positif siswa. Ini bisa dilakukan guru, apapun materi yang disampaikan guru harus terasa manfaatnya bagi siswa. Atau materi itu memang diperlukan siswa.

Keempat, materi pembelajaran mestinya ‘multi modal’: ada yang dibaca, ditonton, didengar. Tugas siswa divariasikan, ada yang berbicara, mendengar, melihat, meyentuh, menyimpulkan, mengerjakan, menghitung, bermain, presentasi. Kelima, pembelajaran harus didisain dalam suasana yang menyenangkan, rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik (Indrawati, 2009).

Keenam, komunikasi guru harus santun, lebih banyak menghargai apapun hasil belajar siswa, lebih bersimpati kepada permasalahan siswa, dan membantu siswa yang memiliki permasalahan pembelajaran dan yang paling penting tidak mempermasalahkan kelemahan kognitif siswa yang mungkin berbeda pemahaman tentang materi pembelajaran.

Jangan ‘kurung’ siswa berada di sekolah/madrasah tanpa memberi kenyamanan lahir dan batin kepada siswa dan hentikan ‘penderitaan’ siswa dengan edutainment. Mari kita coba! Wallahu a'lam bish-shawab!

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah



Artikel Rekomendasi