Paradoks Prabowo Subianto Presiden RI Ke-8 2024-2029



Kamis, 21 Maret 2024 - 18:08:29 WIB



Oleh: Antony Z Abidin*

Dengan menyandang nama Subianto, pamannya, seorang pahlawan kemedekaan yang tewas dalam pertempuran merebut kemedekaan di belakang namanya, Prabowo telah memikul beban sejarah sepanjang hidupnya dalam pusaran paradoks.

Paman Prabowo itu, Kapten Subianto Djojohadikoesoemo adalah perwira Tentara Republik Indonesia (TRI) yang gugur pada usia yang sangat muda, 21 tahun dalam pertempuran Lengkong 25 Januari 1946. Almarhun gugur bersama 34 pejuang lainnya, termasuk Mayor Daan Mogot.

Subianto adalah adik kandung begawan ekonomi Prof Sumitro Djojohadikusumo. Ayah kandung Prabowo ini justru membawanya ke dalam arus “paradoxon” selama proses sosialiasinya, sejak kecil hingga dewasa. 

Sejak usia 6 tahun, ia terpaksa mengungsi ke berbagai negara, ketika ayahnya merasa terancam dengan adanya panggilan polisi militer rezim berkuasa (1957) atas “fitnah” korupsi yang dituduhkan lawan-lawan politiknya sewaktu menjabat Menteri Perdagangan dan Industri. 

Ia adalah anak kandung revolusi. Lahir setahun setelah pengakuan kedaulatan RI 27 Desember 1949. Kakek buyutnya, adalah Raden Tumenggung Kartanegara, Panglima Laskar Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda 2 abad silam. Darah pejuang itu terus mengalir di tubuh kakek dan ayahnya yang aktif sebagai perintis dan pejuang kemerdedaan.  

Sang ayah, Prof Sumitro, tak diragukan adalah pejuang sejati. Hal itu setidak-tidaknya diakui para mahasiswanya, ketika sang begawan ekonomi itu menjadi Dekan Fakultas Ekonimi UI awal tahun 50an. Bahkan Presiden Suharto mengakui kepejuangannya, dengan memanggil pulang pencetus Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) itu tahun 1967, dari pengungsiannya yang panjang di luar negeri bersama istri dan anak anak-anaknya, termasuk Prabowo Subianto. 

Diberi jabatan Menteri Perdagangan, posisi yang pernah diembannya pada awal kemerdekaan maupun di PRRI. Bersamaan dengan itu, Prabowo telah menamatkan SMAnya di The American School of London (1968). Setelah sebelumnya menempuh pendidikan SD di Singapura dan Hongkong, SMP di Kuala Lumpur dan Zurich. 

Selanjutnya Prabowo yang menyandang nama Kapten Subianto itu, memilih karir militer. Masuk AKMIL/AKABRI DI Magelang (1970-1974). Titisan darah kepejuangan leluhur dan pamannya itulah yang mungkin mewarnai kehidupannya sebagai prajurit tempur di Koppasus. 

Tugas pertamanya dengan pangkat letnan dua, memimpin operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Ia menikah dengan Titiek Suharto tahun 1983, menjadi menantu presiden RI Jendral TNI Suharto. Tiga tahun kemudian (1986) ia diangkat menjadi Komandan Jendral Koppasus. 

Tanggal 20 Mei 1998, ia diangkat menjadi Pangkostrad, jabatan yang pernah diduduki mertuanya pada masa kejatuhan Presiden Sukarno. Pengangkatan tersebut berlansung setelah Suharto dipilih MPR untuk periode kelimanya. 

Hanya sehari Prabowo berada pada jabatan tersebut, Suharto mengundurkan diri, 21 Mei 1998. Digantikan Habibie yang langsung dilantik pada hari yang sama. Beberapa jam kemudian, Prabowo menemui Presiden Habibie mengusulkan dirinya diangkat menjadi Panglima ABRI. Malah yang terjadi sebaliknya, ia diberhentikan dari Panglima Kostrad. 

Lengsernya Suharto, ikut meredupkan karir militer Prabowo. Besamaan dengan memburuknya hubungan Habibie dengan Suharto, hubungan Probowo dengan Habibie pun juga ikut memburuk.

Tanggal 14 Juli 1998, Panglima ABRI membentuk Dewan Kehormatan untuk memerikasa sejumlah tuduhan dan kemudian memutuskan Prabowo bersalah. Dia diberhentikan dari dinas kemeliteran.

Sejak itu ia mulai menggeluti bidang bisnis dan selanjutnya terjun ke dunia politik. Ikut konvensi Partai Golkar (2004), dikalahkan Wiranto sebagai calon presiden. Tahun 2009, ia mencalonkan diri menjadi calon Wakil Presiden bersama Megawati sebagai Presiden. Wiranto juga maju lagi menjadi cawapresnya Jusuf Kalla. Kedua-dua jendral itu dikalahkan Jendral SBY yang tak lain adalah teman seangkatan Prabowo di akademi militer/AKABRI.

Selanjutnya ia berturut-turut maju sebagai capres pada pemilu 2014 dan 2019. Tetapi ia dikalahkan oleh orang sipil mantan pedagang mebel di Solo: Joko Widodo yang merakyat. Prabowo dan juga Megawati memiliki sistem kepribadian dengan Tipologi A (lihat Jambi Berita 26/9/23, tulisan saya “Tiga Kunci Kemenangan Caprer 2024”) yang dalam prespektif sosiologi politik tidak nyambung dengan pemilih terbesar (Tipologi C) yang umunya hidup susah bahkan miskin.

Dalam tulisan itu saya menyarakan, untuk menang menjadi presiden pada pemilu 2024, setidak-tidaknya diperlukan 3 syarat utama: tipologi figur merakyat, memilih calon wapres yang tepat serta mendapat endorsement Presiden Jokowi. Memilih capres yang tepat seperti yang dilakukan SBY dan Jokowi pada priode pertamanya, berpasangan dengan Jusuf Kalla (Tipologi B plus).

Prabowo sudah jauh melangkah terlebih dahulu. Sejak dia harus mengakui kekalahannya dengan Jokowi. Dia mulai menyadari dan kemudian banting setir, menyatu dengan yang menang. Faktor “kekuasaan dan uang” sangat menentukan dalam budaya “politik uang” ketika rakyat sebagian besar masih miskin. Lagi pula, bukankah perebutan kekuasaan dimulai dari lingkungan istana? 

Tidak tanggung-tanggung, Prabowo menjadikan Gibran cawapresnya, putra Jokowi yang ketika itu belum cukup umur. Walhasil, keberuntungan dipihaknya: KPU Pusat mengumumkan pasangan Prabowo-Gibran, Rabu 20 Maret malam, sebagai pemenang. Dengan perolehan suara 58,6%, menang dalam satu putaran. 

Menjelang dilantik 20 Oktober 2024, 7 bulan lagi, pejuang tangguh ini pastilah sedang bersiap-siap merancang strategi melakukan perubahan besar. Memacu pertumbuhan ekonomi 7% setiap tahun selama 5 tahun pertama dan 10% periode 1 dasawars berikutnya. 

Suatu langkah revolusioner dari serorang patriot sejati. Pantang menyerah untuk menjadikan Indonesia negara kuat dan terhormat, disegani dunia karena rakyatnya hidup sejahtera, adil dan makmur sebagaimana yang ditulisnya dalam buku: PARADOKS INDONESIA, DAN SOLUSINYA. 

Kita tunggu saja, kapan revolusi itu dimulai!! (bersambung)





Artikel Rekomendasi