Saat Memasuki Akhir Ramadhan



Jumat, 05 April 2024 - 09:07:00 WIB



Oleh: Amri Ikhsan*

 

Sudah terlihat Ramadhan sedang berkemas, dan kalau ditanya kemana dia akan pergi, lalu dia menjawab: Aku akan pergi jauh, 11 bulan lamanya meninggalkan mu. Terima kasih banyak telah menyambutku dengan penuh kegembiraan. Menghiasi hari hariku dengan sepenuh kekhusukan. Jika nanti kau merindukanku, berdoalah semoga kita dipertemukan lagi di tahun yang akan datang dalam ketaqwaan.

Hari hari menjelang berakhir bulan suci ini, Ramadhan berkata: Tugasku sudah selesai, sekarang giliranmu untuk memaksimalkan 10 malam terakhir, kencangkan lagi ibadahmu, nikmati waktu yang tersisa, silakan berlomba untuk mendapatkan malam terbaik dari 1000 bulan, karena ramadhan selanjutnya pasti aku akan datang, tapi kamu belum tentu bisa bertemu dengan ku.

Oleh karena itu, mari kita bismillahkan Ramadhan ini dengan Kun FayakunMu, berikalah kami bulan suci ini rahmat dan hidayahMu. Ubah arah hidup kami dari yang susah menjadi mudah, alirkan rezekiMU seperti air zamzamMu sehingga kami bisa melaksanakan perintahMu lebih maksimal, semoga ikhtiar dan doa kami engkau ijabah.

Seperti yang kita ketahui bahwa apabila memasuki hari sepuluh terakhir, Rasulullah mengencangkan pakaian bawahnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud). Dengan demikian pada saat kita mengakhiri bulan ramadhan maka kita perlu menjaga dan mengamalkan ayat 105 dari Surat Al-Baqarah: Pertama, Mencukupkan bilangan puasa Ramadhan tersebut selama satu bulan penuh, dengan menjaga puasa kita sejak awal Ramadhan sampai akhir Ramadhan dari hal-hal yang membatalkan atau mengurangi kesempurnaan ibadah puasa kita.

Kedua, Mengagungkan Allah atas petunjuknya yang diberikan kepada kita dengan mensyiarkan keagungan Asma Allah dengan bertakbir, bertahlil dan bertahmid memuji Allah dengan segala kebesaran dan keagungannya pada malam Idul Fitri tersebut.

Ketiga, menjadi orang bersyukur karena telah mendapat hidayah dari Allah SWT. Orang yang bersyukur adalah orang yang memahami betapa besarnya rahmat Allah yang telah diberikan kepadanya. (PTA Medan)

Mensyukuri dimaknai sebagai tanda karena telah dipertemukan dengan Ramadhan oleh Allah SWT. Kemudian, bersyukur karena telah dapat menikmati kegembiraan ketika berbuka puasa dan bersyukur karena telah mendapat kesempatan beribadah pada malam lailatul qadar. Dan akhirnya, bersyukur karena mendapat hidayah untuk beribadah dalam puasa ramadhan. Berpuasa akan menciptakan kepribadian yang kuat dan peka terhadap berbagai kondisi sosial disekitar dan dalam kehidupan kita (Yus).

Harus disadari bahwa sepuluh akhir Ramadhan merupakan pamungkas bulan suci ini, sehingga hendaknya kita mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan mencurahkan daya dan upaya untuk meningkatkan amaliyah ibadah di sepanjang sepuluh hari akhir Ramadhan ini. (Kemenag)

Kita jadikan Sholat sebagai solusi dari semua masalah, karena dalam bacaan sholat sudah mencakup semua hal yang dibutuhkan manusia, dari rezeki, ketenangan, keselamatan dari dunia sampai akhirat.

Kemudian, yang sudah terjadi, ya sudah, tidak perlu disesali, tidak perlu juga di andai andaikan agar tidak terjadi. Kita sadari segala sesuatu yang sudah terjadi memang sudah seharusnya terjadi, dan itu adalah ketetapan yang terbaik. Tugas kita hanya ikhlas menerima. Pada akhirnya nanti tidak ada yang bermanfaat untuk dirimu. Kecuali amal ibadahmu sendiri dan tidak ada yang membahayakan dirimu kecuali dosamu sendiri.

Belajarlah seperti langit yang akan tetap indah walaupun tidak ada yang memandangnya. Karena kualitas diri tidak diukur dari seberapa banyak orang yang mengenalmu, tapi seberapa banyak orang yang memperoleh manfaat dari keberadaanmu.

Belajar juga seperti udara, tidak nampak tapi menyertai kehidupan. Jadilah seperti angin, tak terlihat oleh mata tapi mampu menggerakkan. Tak perlu menampakkan diri tapi selalu ada memberi manfaat tanpa harus jadi yang paling terlihat.

Pasca Ramadhan, sadari Tuhan memberi kita mata, bukan untuk menghakimi penampilan orang lain melainkan untuk peka terhadap situasi sekitar. Tuhan memberi kita mulut, bukan untuk mencaci orang, tetapi untuk mengucapkan yang baik baik. Tuhan memberi kita tangan, bukan untuk memukul orang lain, tetapi untuk menolong, berdoa dan beribadah kepadaNya. Tuhan memberi kita telinga, bukan untuk mendengar kejelekan orang lain, tetapi untuk mendengarkan masehat yang baik.

Mari kita bahagiakan hati kita, diantara tanda tanda kebahagiaan seorang hamba ialah dimuliakan baginya ketaatan, menyesuaikan sunnah dalam perbuatan perbuatanya, pertemanannya dengan orang orang sholeh, baik akhlaknya kepada saudara saudaranya, mencurahkan kebaikanya bagi semua makhluk, perhatiannya terhadaop kaum muslimin dan pandai menjaga waktu. (Iman Asy-Syathiby Rohjimahullah)

Sebelas bulan berikutnya, jagalah hati agar tidak merasa lebih baik dari orang lain. Merasa diri lebih baik dibandingkan orang lain merupakan benih sifat ujub (berbangga diri) yang menjadikan akar dari kesombongan. Maka berhati hatilah terjebak dengan perasaan lebih baik, lebih sholeh, lebih taqwa, lebih dermawan, karena kita tidak benar benar tahu derajat kemuliaan kita di hadapan Allah.

Ketahuilah, sangat mungkin Allah lebih mencintai orang yang amalannya tidak banyak namun ia merasa dirinya hina, dibandingkan seseorang dengan amalan melimpah namun merasa dirinya lebih baik. “Jangan menyatakan diri kalian suci, Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik diantara kalian” (HR. Muslim). Semoga kita bisa tawadhu dan tidak menyepelekan perasaan diri sendiri ‘lebih baik’ dari hamba Allah yang lain, karena banyak keburukan dibalik perasaan ini.

Kita amalkan tiga sifat keberuntungan manusia: 1) husnudzon, orang yang selalu berprasangka baik kepada Allah, kepada diri sendiri dan kepada orang lain; 2) Qona’ah, orang yang selalu merasa cukup atasa pemberian Allah, meskipun tak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak iri dengan rezeki orang lain; 3) tawadhu, orang yang rendah hati, yang tak pernah menganggap dirinya lebih baik dari hamba Allah yang lain. Sebab dia paham benar bahwa semua kenikmatan bersumber dari Alllah semata.

Tidak lama lagi, Ramadhan akan pergi. Ramadhan inshaallah akan datang lagi tahun depan, tapi Kita? Kita belum tentu berjumpa dengannya lagi. Maka manfaatkan waktu yang tersisa, tingkatkan ibadahmu dari hari hari biasanya. Jangan terlalu disibukkan dengan belanja dipasar (baju, kue, minuman lebaran, dst). Karena seringnya di 10 hari terakhir Ramadhan itulah kita banyak yang lalai. Padahal 10 hari terakhir adalah puncaknya Ramadhan, karena disitu terdapat lailattul Qadar.

Puasa akan menerangi hati yang gelap dan menyucikan jiwa yang kotor (Ali bin Abi Thalib). Waktu terasa begitu cepat seakan baru saja kita memasuki bulan Ramadhan namun kini tiba tiba Ramadhan sudah hampir berakhir. Ya Allah pertemukan kami kembali dengan Ramadhan yang akan datang. Aamiin!

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah





Artikel Rekomendasi