Sampah Kita, Tanggung Jawab Kita



Selasa, 13 Mei 2025 - 18:46:28 WIB



Oleh: M. Nabil Ananda*

 

Sampah adalah produk dari aktivitas manusia yang tidak terpakai dan tidak bernilai lagi. Sampah juga salah satu masalah lingkungan yang berada disekitar kita dan harus ditangani dengan serius.Namun, Sampah jika dikelola menjadi suatu bahan yang mempunyai nilai tambah, dapat dipakai kembali dan tidak mencemari lingkungan.

Berdasarkan penelitian Repository UNJA yang dilakukan di Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Mendalo, diketahui bahwa komposisi sampah yang dihasilkan terdiri dari 66,94% sampah organik. 15,74% sampah plastik, dan 13,78% sampah kertas. Sampah lainnya (Styrofoam, kaca, karet, tekstil, kaleng, B3) : 3,54% . Persentase sampah organik yang sangat tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar limbah berasal dari sisa makanan, dedaunan, dan bahan biodegradable lainnya.

Sampah dibagi menjadi tiga jenis utama: organik, non-organik, dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sampah organik berasal dari sisa makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan manusia. Sampah ini mudah terurai secara alami dan ramah lingkungan. Contohnya: sisa makanan, daun, ranting, tulang ikan, kulit telur, dan bulu hewan. Pengelolaannya bisa dilakukan dengan membuat kompos atau dijadikan pakan ternak. Sampah non-organik berasal dari aktivitas manusia dan sulit terurai, membutuhkan waktu lama untuk hancur. Contohnya: plastik, kaca, logam, kertas, dan kardus. Dapat didaur ulang agar tidak mencemari lingkungan. Sampah B3: Sampah berbahaya yang bisa beracun, atau meledak seperti baterai, lampu TL, aki, oli, dan pestisida. Berdasarkan jurnal, cara pengelolaan limbah di FPLT Medan, limbah B3 dibakar dengan insinerator dua tahap dan disaring emisinya. Abu sisa dibungkus dan diserahkan ke pihak berizin, sesuai aturan dan aman bagi lingkungan.

Cara pengelolaan sampah yaitu dengan cara 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce (Mengurangi): memilih barang yang ramah lingkungan, seperti yang mudah didaur ulang dan minim penggunaan plastik. Hindari penggunaan barang sekali pakai, seperti kantong plastik. Gunakan barang yang bisa dipakai berkali-kali, seperti botol minum isi ulang. Reuse (Penggunaan Ulang): Menggunakan kembali barang bekas agar tidak langsung dibuang, misalnya botol kaca bekas bisa digunakan untuk menyimpan bumbu dapur. Daur Ulang (Recycle): Mengolah sampah jadi barang baru agar bisa dipakai lagi. Sampah seperti plastik, logam, kaca, dan kertas bisa didaur ulang, misalnya botol plastik jadi serat kain atau pot bunga.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 38% desa di Indonesia belum memiliki Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang layak, menyebabkan masyarakat cenderung membuang sampah sembarangan. Salah satunya di Mendalo yang masih terdapat sampah-sampah yang berserakan, Sumber sampah di sekitar Mendalo sangat beragam, mulai dari sisa makanan dan minuman kemasan, dikarenakan tidak adanya TPS di wilayah Mendalo, menyebabkan masyarakat kesulitan dalam membuang sampah pada tempat yang semestinya. Akibatnya, banyak warga yang membuang sampah sembarangan karena kurangnya rasa tanggung jawab dan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, minimnya kebijakan atau pengawasan dari pemerintah setempat juga memperburuk kondisi tersebut. Sebagian warga memilih untuk membakar sampah sebagai solusi, namun tindakan ini justru menimbulkan pencemaran udara. Udara menjadi kotor dan dapat membahayakan kesehatan, terutama sistem pernapasan. Laporan BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah masih rendah, terutama di daerah pinggiran kota dan pedesaan. Di wilayah Mendalo, misalnya, tidak adanya TPS membuat warga membuang sampah ke pinggir jalan atau membakarnya, yang justru menimbulkan polusi udara. Menurut penelitian oleh Sari & Putra (2020), pembakaran sampah rumah tangga dapat menghasilkan gas beracun seperti dioksin yang membahayakan saluran pernapasan. Sampah yang menumpuk di pinggir hingga ke tengah jalan tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga mengganggu pengguna jalan. Kondisi ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Salah satu contoh kasus pernah terjadi di Desa Tunas Harapan, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, di mana seorang pengendara motor terjatuh akibat sampah yang berserakan di jalan. Selain menyebabkan kecelakaan langsung, sampah juga bisa memicu kecelakaan tidak langsung melalui dampak kesehatannya. Tumpukan sampah dapat menghasilkan debu, bau menyengat, dan gas beracun yang mengganggu kenyamanan serta membahayakan sistem pernapasan masyarakat.

Saya tidak menutup mata bahwa tidak sedikit masyarakat yang membuang sampah sembarangan karena kurangnya kesadaran. Tapi kalau fasilitas dasarnya saja tidak ada, bagaimana mungkin kita bisa menuntut mereka untuk bertanggung jawab penuh? Tidak adanya TPS menjadi titik awal dari rantai masalah yang lebih besar. Sampah dibuang ke sembarang tempat, sebagian dibakar, dan akhirnya mencemari udara. Masyarakat yang awalnya hanya ingin ‘membereskan’ sampah justru menciptakan polusi baru yang membahayakan kesehatan. Ironisnya, pembakaran sampah di tempat terbuka sudah menjadi kebiasaan yang dianggap wajar. Padahal, kita tahu bahwa asap dari sampah rumah tangga bisa mengandung zat beracun seperti dioksin yang sangat berbahaya bagi sistem pernapasan. Ini bukan hanya soal bau tak sedap, tapi soal racun yang masuk ke dalam tubuh kita tanpa kita sadari. Saya percaya bahwa peran pemerintah di sini sangat penting. Ketika pengawasan lemah dan kebijakan tidak berjalan, masyarakat dibiarkan mengatasi masalah sendiri. Dan seperti yang kita lihat, solusinya seringkali justru memperburuk keadaan. Selain itu, perlu ada edukasi yang terus menerus. Banyak warga belum benar-benar paham bahaya dari sampah, terutama jika dibakar atau dibiarkan menumpuk. Namun, saya juga tidak ingin seluruhnya menyalahkan pemerintah. Menurut saya, perubahan tetap harus dimulai dari masyarakat itu sendiri. Jika setiap orang mau memulai dari hal kecil tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi sampah plastik, atau mengelola limbah rumah tangga secara mandiri maka kondisi ini bisa perlahan berubah. Kesadaran dan kebiasaan adalah kunci.

Sehingga dapat disimpulkan dari pengamatan yang saya lakukan mengenai permasalahan sampah di Mendalo, saya melihat bahwa pengelolaan sampah di wilayah ini memang memerlukan perhatian serius. Komposisi sampah yang didominasi oleh sampah organik, dengan jumlah sampah plastik dan kertas yang cukup signifikan, menunjukkan bahwa kita harus segera menemukan solusi yang lebih efektif. Salah satu faktor utama adalah kurangnya fasilitas seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS), ditambah dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan. Menurut pendapat saya, untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh, melibatkan infrastruktur yang memadai, edukasi yang berkelanjutan, serta kolaborasi antara masyarakat, kampus, dan pemerintah. Pengelolaan sampah yang baik harus dimulai dari pemilahan, pengurangan, penggunaan ulang, dan daur ulang sampah dengan melibatkan semua pihak. Dengan langkah-langkah tersebut, saya yakin kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. Pengelolaan sampah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama yang harus dijalankan dengan kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat.(*)

 

 

Penulis adalah: Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, UIN STS Jambi*





Artikel Rekomendasi