Percakapan Pasca Pemilu



Selasa, 20 Februari 2024 - 10:02:54 WIB



Oleh: Amri Ikhsan*

 

Mengapa terjadi perpecahan, ketegangan, ketidakhamonisan di tengah masyarakat? David Runciman (2014) menjawab, itu semua gara gara politik. Dia menambahkan bahwa yang membedakan kesejahteraan, keharmonisan satu negara dengan negara lain adalah politik. 

David Runciman membanding antara Suriah dan Denmark. Suriah berantakan, dilanda perang saudara, perang sektarian, hasilnya kehancuran negeri. Rakyatnya mati tanpa arti, menderita dan akhirnya memilih mengungsi, Sebaliknya, Denmark adalah negeri yang aman dan damai, rakyatnya hidup makmur, berbudaya, moderen, indah dan teratur dan rakyat menikmati stabilitas politik.

Pemilu adalah kegiatan politik. Bisa disimpulkan bahwa pemilu bisa memicu perpecahan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus tersadarkan dan menyadari kalau masyarakat tidak bisa mengontrol diri dalam melakukan percakapan tentang pemilu, dikhawatirkan ini akan memicu ketidakhormonisan ditengah masyarakat.

Memang tahap coblosan Pemilu 2024 telah selesai. Tapi percakapan tentang pemilu masih berlangsung ditengah masyarakat. Ada percakapan pilpres 2024 diulang (detik), rekayasa penghitungan suara (republika) deklarasi kemenangan (jawapos), anggota KPPS meninggal, dan banyak lagi topik tentang pemilu yang masih hangat dibicarakan.

Bagi masyarakat sebagai pemilih, pemilu sudah selesai, Kehidupan berikutnya adalah kembali ke kehidupan normal, kembali fokus bekerja. Waktunya kita menyingkirkan perbedaan di antara kita, termasuk perbedaan pilihan politik. Kita tidak hidup di tengah tengan perbedaan ini. Urusan manusia di dunia ini tentu bukan hanya urusan politik. 

Oleh karena itu, bagi pendukung pasangan capres-cawapres yang dinyatakan unggul oleh sejumlah lembaga yang merilis quick count, sebaiknya tak melakukan ‘selebrasi’ berlebihan sebelum penetapan pemenang oleh KPU. Saat ini masyarakat kita masih berada di titik emosional tinggi, dan di pikiran mereka muncul pertanyaan kenapa calon yang didukung bisa kalah. Harapan, kekecewaan dan ketidakpercayaan begitu kuat sehingga bisa memicu ketegangan yang harus diwaspadai oleh semua pihak untuk saling menahan diri dan saling mengingatkan.

Bagi tim sukses dan pendukung yang jagoannya unggul, percakapan di media sosial khususnya, diharapkan jangan menggunakan kata kata provokatif yang bisa memancing polemik yang tidak berkesudahan. Percakapan di media sosial harus diisi dengan diksi diksi menenangkan dan mendamaikan.

Kita memang harus mengantisipasi munculnya dan hadirnya fenomena dialektika relasional, sebuah kontradiksi dalam hubungan antarpribadi, yang diisi oleh interaksi yang bersifat antagonistis secara terus-menerus, ditandai dengan konflik dan ketegangan antarindividu. Biasanya, ketegangan dan konflik muncul serta menguat ketika seseorang memaksakan keinginannya terhadap yang lain (Leslie Baxter).

Situasi ini bisa melahirkan disonansi kognitif, yakni perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. (Leon Festinger)

Perasaan ini akan muncul dengan memakai logika yang dibangunnya tentang siapa yang menang. Misalnya, pemilih meyakini pasangan yang didukungnya akan menang, tetapi kenyataannya mereka kalah. Inkonsistensi logis inilah yang membuat pemilih akan mencari cara mengurangi kegundahan, ketidakpastian, ketaknyamanan akibat berbedanya apa yang mereka harapkan dengan realitas yang dirasakan. (uinjkt)

Tapi, manusia sebagai makhluk sosial, harus disadari bahwa dalam prilaku di lingkungan sosial kita. kita membutuhkan keberadaan orang lain. Kita tidak bisa berlarut larut memikir siapa pemenang pemilu. Kita membutuhkan interaksi yang nyaman dengan orang sekitar dalam rangka memenuhi kebutuhan dirinya maupun orang lain. 

Dalam konteks ini, kita mestinya menonjolkan karakter wasathiyah, moderat atau pertengahan dan menjunjung tinggi kasih sayang. Pahamilah bahwa masing-masing Capres dan Cawapres pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. No body perfect. (Nuonline)

Sadarilah bahwa Pilpres adalah salah-satu media untuk memilih Pemimpin Nasional, bukan satu-satunya cara pemilihan, dan tentu saja bukan tujuan (Republika). Dan, yang terpilih adalah pemimpin Indonesia bukan pemimpin komunitas atau partai tertentu. Visi, misi dan programnya adalah untuk rakyat Indonesia bukan untuk para pendukungnya.

Sikapilah perbedaan pilihan dengan dewasa. Belajar dari Capres-Cawapres bagaimana mereka berbeda pendapat dengan santun, bagaimana mereka berdebat dengan panas di atas pentas tapi tetap saling menghormati dan menghargai pendapat masing masing. Kita belajar bagaimana berfokus pada gagasan dan ide  bukan pada siapa yang mengatakan gagasan itu.

Sadarilah ada permasalahan yang bisa kita kendalikan dan ada juga yang tidak mampu kita kendalikan. Pemilu dalam memilih pemimpin adalah permasalahan yang tidak bisa dikendalikan, kita tidak dapat memaksakan pilihan kita kepada orang lain. Oleh karena itu, tugas kita adalah menerima apapun hasil pilihan masyarakat. Sekiranya, kita menemukan sesuatu yang menurut kita tidak sesuai, maka ada jalur hukum yang bisa ditempuh. 

Dimaklumi, sebagai simpatisan, begitu luar biasa menunjukkan kecintaan dan dukungan kepada jagoan pilihannya, rela berpanas-panasan atau kehujanan ketika menghadiri kampanye, memakai aneka atribut dukungan, bahkan jika ada yang menjelekkan atau merendahkan jagoan pilihannya maka langsung akan dibela. Bahkan akan ‘dibalas’ dengan mencari kelemahan dan kekurangan jagoan si pengkritik, adu mulut dan atau perang kata di media sosial menjadi semakin ‘panas’.

Suka atau tidak suka, diakui atau tidak diakui, inilah fakta demokrasi di dunia bahwa keterpilihan seorang pemimpin tertinggi didasarkan pada banyaknya suara yang didapatkan dalam Pemilihan Umum. Lebih mengerikan lagi, tidak ada bedanya antara suara yang diperoleh dengan cara jujur dan suara yang diperoleh dengan curang. (Republika)

Memang dalam setiap pemilihan umum (Pemilu), perbedaan pilihan itu merupakan hukum alam yang tidak dapat dicegah. Itu bukan masalah, melainkan sebuah keniscayaan. Makan akan nikmat kalau disuguhi dengan berbagai macam menu. Musik akan merdu bila diiringi dengan berbagai macam instrumen musik. 

Akhirnya, kita sampaikan selamat kepada seluruh rakyat Indonesia. Apapun pilihannya, siapapun yang terpilih, siapapun orangnya untuk bisa lebih dewasa menerima hasil pemilu. Dan rendah hatilah bagi yang meraih suara terbanyak, dan tetap sabar bagi yang ‘kekurangan suara. Tugas kita memilih ulil amri yang baik. Bukan siapa ulil amrinya. 

Pemungutan suara dalam Pemilu 2024 baru saja usai. Berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024: tahap penghitungan suara dilakukan pada Rabu, 14 Februari 2024 hingga Kamis, 15 Februari 2024. Sedangkan, rekapitulasi hasil penghitungan suara dimulai pada Kamis, 15 Februari 2024 hingga Rabu, 20 Maret 2024 (KPU). Selama itu pula kita ‘bermusuhan?. Mohon Maaf! Wallahu a'lam bish-shawab!

*) Penulis adalah: Pendidik di Madrasah





Artikel Rekomendasi