Duduk Perkara Penyandang Thalasemia Berujung Kesepakatan, Dinkes : Perlu Ditindaklanjuti ke Kab/Kota



Jumat, 24 Juni 2022 - 14:08:04 WIB



Kepala Seksi Jaminan Kesehatan, Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Provinsi Jambi Helfiyan Annum.
Kepala Seksi Jaminan Kesehatan, Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Provinsi Jambi Helfiyan Annum.

JAMBERITA.COM - Duduk perkara keluhan Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalasemia Indonesia (POPTI) Jambi seperti nya sudah menemukan titik terang dengan adanya kesepakatan antara BPJS Kesehatan Cabang Jambi juga 12 Rumah Sakit termasuk 3 di Kabupaten.

Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Provinsi Jambi dr Fery Kusnadi SpoG, melalui Kepala Seksi (Kasi) Jaminan Kesehatan Bidang Pelayanan Kesehatan Helfiyan Annum berharap, semoga kesepakatan bersama tersebut bisa berjalan sesuai hasil rapat pertemuan.

"Nampaknya RS, BPJS dan POPTI menerima semuanya, jangan sampai ada pasien Thalasemia yang di tolak RS. Perlu ditindaklanjuti ke kab/kota lainnya hasil kesepakatan," tegasnya Jum'at (24/6/2022).

Menurutnya, Dinkes Provinsi Jambi sebagai perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi menengahi apa yang menjadi semua permasalahan diantara beberapa belah pihak. Sehingga Ia berharap kesepakatan juga dapat disampaikan kepada semua kabupaten kota se Provinsi Jambi.

Sebelumnya berdasarkan lampiran surat Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jambi nomor : 1207//-07/06/22 tentang tindak lanjut pembahasan pelayanan Thalasemia. Pertama itu penjabaran soal pemetaan (mapping) pasien Thalasemia sesuai kesepakatan bersama POPTI (sebagai mana terlampir).

Selanjutnya, masih dalam surat di jelaskan pada point kedua lampiran ke juga dijelaskan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Thalasemia berdasarkan algoritme tata laksana transfusi darah.

a. Transfusi darah pertama kali

• Hb < 7 g/dL (pemeriksaan 2 kali berturutan jarak 2 minggu)

• Hb ≥ 7 g/dL disertai :

- Perubahan muka/facies Cooley

- Gangguan tumbuh kembang

- Fraktur tulang

- Curiga masa hematopoetik ekstramedular a.1 masa mediastinum

b. Transfusi darah selanjutnya

• Hb < 9 g/dL terutama pada anak dengan Hb post transfusi darah sampai Hb 12-13g/dL

c. Nilai Hb pretransfusi antara 9-10 g/dL dapat mencegah terjadinya hemopoesis ekstramedular, menekan konsumsi darah berlebih, dan mengurangi absorpsi besi dari saluran cerna.

d. "Terjadinya hemopoesis ekstramedular" dibuktikan dengan hasil pemeriksaan penunjang.

e. Pasien dengan masalah jantung, kadar Hb pratransfusi dipertahankan 10-12 g/dL.

f. Jarak antara transfusi berikutnya 2-4 minggu.

Ketiiga, Berita Acara Kesepakatan Bersama Panduan Penatalaksanaan Solusi Permasalahan Klaim INA-CBG Tahun 2019 Nomor JP.02.03/3/1693/2020 dan 411/BA/0720

a. Indikasi transfusi dirawat inap yaitu Hb < 6 dan/atau sesak

b. Jika ada komplikasi dekompensasi kordis dan reaksi transfusi, pemberian transfusi maksimal 4 kali dalam sebulan dengan kriteria Hb<10 g/dL atau hipersplenisme

Keempat. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan dengan kriteria gawat darurat sebagai berikut :

a. Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan;

b. Adanya gangguna pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;

c. Adanya penurunan kesadaran;

d. Adanya gangguan hemodinak; dan/atau

e. Memerlukan tindakan segera

Kelima. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan pada Pasal 22 ayat (1), (2) dan (5), yaitu:

a. Ayat (1), “Pemberian obat untuk kemoterapi, thalassemia dan hemofilia dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat III”;

b. Ayat (2), “Fasilitas kesehatan tingkat II dapat memberikan obat kemoterapi, thalasemia dan hemofilia dengan mempertimbangkan kemampuan fasilitas kesehatan dan kompetensi sumber daya manusia kesehatan”; dan

c. Ayat (5), “Pengajuan klaim pada pelayanan thalassemia mayor baik rawat jalan atau rawat inap yang menerima terapi kelasi besi dilakukan 1 kali dalam 1 bulan”.

Keenam. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2018 Tentang Penyusunan dan Penerapan Formularium Nasional dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Terkait pemberian obat thalasemia dilakukan dengan ketentuan berikut:

a. Pemberian obat dilakukan di Fasilitas Kesehatan tingkat 3 atau Fasilitas Kesehatan tingkat 2 yang memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan pada pasien thalasemia seperti misalnya:

•memiliki dokter ahli hemato-onkologi,

•memiliki panduan penatalaksanaan thalasemia, dan

• memiliki prosedur tetap untuk penyimpanan dan pengelolaan obat thalasemia.

b. Pemberian obat didasarkan pada protokol terapi dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat pasien thalasemia. Untuk fasilitas kesehatan tingkat 2 harus mengacu

pada rekomendasi pengobatan sebelumnya dari dokter spesialis/sub spesialis pada fasilitas kesehatan tingkat 3.

Ketujuh. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/813/2019 Tentang Formularium Nasional.

a. Pemberian obat thalassemia dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat 2 dan 3 dengan ketentuan:

• Jenis obat yang diresepkan pertama kali di fasilitas kesehatan tingkat 2 yaitu deferoksamin;

• Jenis obat yang diresepkan pertama kali di fasilitas kesehatan tingkat 3 yaitu deferasiroks, deferipron dan deferoksamin;

• Obat terapi kelasi besi diberikan pada thalasemia mayor.

b. Terapi awal pemberian obat thalasemia harus ditentukan oleh hematolog anak atau hematolog dewasa untuk obat deferasiroks dan deferipron.

c. Pemberian obat thalasemia didasarkan pada protokol terapi dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat pasien thalasemia.

d. Fasilitas kesehatan tingkat 2 dapat memberikan obat thalasemia (deferasiroks, deferipron), mengacu pada rekomendasi berdasarkan protokol terapi pengobatan sebelumnya dari hematolog pada fasilitas kesehatan tingkat 3.(afm)





Artikel Rekomendasi